Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (29/8/2020).
JAKARTA,KOMPAS — Wajah dan performa Mahkamah Konstitusi selama lima tahun ke depan akan ditentukan pada pekan ini, saat sembilan hakim konstitusi akan memilih ketua dan wakilnya. Diharapkan sembilan hakim MK memilih sosok baru yang tepat yang mampu bekerja memulihkan citra MK yang terpuruk akibat skandal pengubahan putusan dan mampu menghadang berbagai intervensi dari cabang kekuasaan lainnya.
Keberadaan MK yang dipercaya publik sangatlah penting mengingat posisi lembaga tersebut sebagai pemutus akhir sengketa pada pemilihan presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah pada 2024. Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva saat dihubungi pada Minggu (12/3/2023) mengingatkan, dalam menghadapi tahun Pemilu 2024, dengan posisi sebagai pemberi legitimasi hasil pemilu, MK harus bisa menjaga kepercayaan publik. ”Dan kepercayaan rakyat itu mahal karena (proses) terakhir (pemilu) di MK,” ujarnya.
Untuk itu, ia berharap Ketua MK ke depan dapat memulihkan wibawa MK yang tengah tergerus, selain menjaga MK tetap independen.
Seperti diketahui, MK saat ini sedang diterpa skandal pengubahan substansi putusan 103/PUU-XX/2022 terkait penggantian Hakim Konstitusi Aswanto. Majelis Kehormatan MK yang dibentuk untuk menangani kasus tersebut saat ini masih mendalami hakim terduga pengubah substansi putusan. Pada Senin ini, Majelis Kehormatan meminta keterangan kembali dari Zico Leonard Djagardo Simanjutak selaku pemohon uji materi 103/2022 dan meminta keterangan ahli, salah satunya Jimly Asshiddiqie yang merupakan Ketua MK pertama.

Dua kandidat terkuat
Pemilihan ketua dan wakil ketua MK direncanakan berlangsung pada Rabu (15/3/2023). Pemilihan ini digelar sesuai amanat putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat UU MK. Dalam putusannya, pemilihan ketua MK paling lambat sembilan bulan dari putusan MK yang dibacakan pada 20 Juni 2022 atau paling lambat pada 20 Maret 2023.
Anwar Usman telah menjabat sebagai Ketua MK sejak 2 April 2018 menggantikan Arief Hidayat. Mengacu UU MK lama yang mengatur masa jabatan pimpinan MK selama 2,5 tahun, Anwar seharusnya berhenti dari jabatan ketua pada 2 Oktober 2020. Namun, UU MK terbaru (tahun 2020) mengubah masa jabatan ketua dan wakil ketua menjadi lima tahun. Posisi Wakil Ketua MK juga kosong menyusul pemberhentian Aswanto oleh DPR, November 2022.
Berdasarkan penelusuran, dari sembilan hakim konstitusi yang seluruhnya berpeluang menjadi pemimpin MK, Anwar Usman tetap menjadi kandidat paling kuat untuk terpilih memimpin MK dalam lima tahun mendatang. Selain Anwar, Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2015-2018 juga memiliki peluang besar menduduki jabatan tersebut untuk kedua kalinya.
Di kalangan masyarakat sipil, kedua kandidat tersebut memiliki catatan masing-masing. Anwar Usman disorot ketika menikahi adik Presiden Joko Widodo pada tahun 2022. Sejumlah kalangan mempertanyakan independensi Anwar sebagai Ketua MK dan sebagai hakim sehubungan dengan statusnya sebagai adik ipar Presiden.

Sementara Arief Hidayat pernah dijatuhi sanksi etik dua kali oleh Dewan Etik berupa sanksi ringan teguran tertulis dalam kasus pemberian katebelece terhadap salah satu jaksa tahun 2015 dan pertemuannya dengan anggota Komisi III DPR pada saat yang bersangkutan mencalonkan diri kembali menjadi hakim konstitusi (periode kedua) tahun 2017.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Fajrulrahman Jurdi, berharap adanya wajah baru dalam jajaran pimpinan MK demi kepentingan regenerasi di dalam tubuh lembaga tersebut. ”Yang muda-muda, yang memiliki prestasi baik selama ini dan integritasnya tidak diragukan. Saya pikir semua punya integritas yang baik, Cuma, mungkin yang muda-muda ini perlu tampil juga,” katanya.
Keberadaan orang muda yang mampu membawa energi baru bagi MK diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan MK yang akan sangat berat saat menghadapi tahun pemilu dan pilkada. Meskipun pengambilan keputusan di MK dilakukan melalui forum rapat permusyawaratan hakim (RPH) sembilan hakim konstitusi, keberadaan sengketa pemilu dan pilkada membutuhkan manajemen kepemimpinan dari pemimpin MK yang punya integritas dan kapabilitas.
”Tantangan ketua ini nanti sangat besar. Meskipun kepemimpinannya kolektif kolegial, dalam arti keputusan diambil bersama-sama, manajemen itu penting juga diperkuat dengan kepemimpinan yang baru. Kita berharap ada orang muda yang tumbuh dari proses kaderisasi. Atau kombinasi antara yang tua dan muda. Jangan tua-tua semua,” ujarnya.

Selain itu, ia berharap Ketua MK di masa mendatang merupakan sosok progresif yang mampu menghadang upaya intervensi dari cabang kekuasaan lain di luar kekuasaan kehakiman, seperti kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Pasca-pemberhentian sepihak Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR, MK ke depan sangat rawan dengan intervensi. Padahal, imparsialitas kekuasaan yudisial haruslah tetap dijaga.
”Ketua MK harus memimpin perlawanan terhadap upaya intervensi itu. Tidak boleh ada intervensi karena dia dikasih mandat oleh hakim-hakim lain untuk menghadapi intervensi dari mana pun. Karena itulah, hakikat cabang kekuasaan kehakiman, bahwa dia imparsial, tidak dapat diintervensi. Karena itu, akuntabilitasnya adalah akuntabilitas konstitusi yang dipegang, bukan akuntabilitas dari cabang kekuasaan lain,” ujarnya.
Salah satu advokat yang biasa berpraktik di MK, Viktor Santoso Tandiasa, pesimistis bahwa pemilihan ketua MK dan wakilnya pada Rabu mendatang dapat menghasilkan figur baru yang mampu menyuntikkan darah segar bagi lembaga penjaga konstitusi tersebut. Padahal, sosok baru benar-benar diharapkan muncul demi menjaga marwah MK sebagai lembaga penjaga konstitusi.
”Saya berharap muncul sosok yang minimal bisa memberi kepercayaan ke masyarakat. Kalau tidak, maka saya khawatir tidak akan ada perubahan apa pun di MK ke depan. Kalau figurnya seperti ini, harapan kita MK sebagai the guardian of constitution turun. Kita malah akan melihat MK sebagai the guardian of power, penjaga kekuasaan,” kata Viktor.

Ia melihat dua sosok calon ketua MK, Anwar Usman dan Arief Hidayat, memiliki tendensi untuk mengamankan kebijakan pemerintah. Setidaknya, menurut Viktor, hal tersebut terlihat dalam sidang pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Kamis pekan lalu saat sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dari pemerintah.
Anwar Usman dinilai oleh Viktor dengan sengaja mengulur sidang pengujian formil perppu dengan memberi jeda waktu terlalu lama, padahal perppu diketahui memiliki masa hidup yang terbatas (sampai ada persetujuan DPR). Misalnya, dari sidang terakhir 9 Maret, Anwar selaku pemimpin sidang menjadwalkan sidang berikutnya pada 27 Maret. ”Anwar Usman seperti pasang badan untuk memperlama sidang pengujian perppu,” ungkapnya.
Sementara itu, Arief Hidayat disorot terkait dengan komentarnya terhadap keterangan pemerintah. Ketika itu, Arief meminta pemerintah untuk menambahkan dalil mengapa perppu penting dengan menggunakan teori VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) untuk mendukung keterangan pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian situasi global. Viktor menilai ada tendensi bahwa Arief Hidayat memiliki keberpihakan terhadap pemerintah.
Terkait dengan apa yang menjadi pendapat masyarakat kebanyakan, meski tidak menyebut secara spefisik, Hamdan Zoelva mengingatkan para hakim konstitusi untuk mendengar detak suara rakyat. ”Ketua MK itu melihat konstitusi dengan tetap mendengar suara rakyat. Suara rakyat itu jiwa konstitusi yang sebenarnya. Oleh karena itu, hakim MK harus mendengar juga detak jiwa rakyatnya,” kata Hamdan.
sumber: kompas.id