TAUSIAH KEAGAMAAN
YANG DIPERINTAHKAN ADALAH MEMBERI MAAF, BUKAN MEMINTA MAAF
Ahmad Thib Raya
Jakarta-Matraman Dalam, Rabu, 18 Mei 2022
Dalam menjaga silaturrahim di antara kita dengan sesama, perlu ada kelapangan dada dari kita. Kelapangan dada itu adalah memberi maaf kepada orang yang telah berbuat salah (zalim) kepada kita. Kelapangan data itu adalah menyambung silaturrahim, dan memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepada kita. Kelapangan dada seperti ini cukup sulit dilakukan oleh kebanyakan orang.
Untuk melihat sejauh mana kelapangan dada seorang muslim yang sejati, Rasulullah telah menggambarkannya di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad sebagai berikut.
Dari Uqbah ibn ‘Amir, ia berkata: Aku bertemu Rasulullah saw, lalu beliau berkata kepadaku: “Ya ‘Uqbah ibn ‘Amir: Sambunglah hubungan silaturrahim dengan orang yang memutuskan hubungan silaturrahim denganmu, berilah kepada orang-orang yang tidak mau memberi kepadamu, dan maafkanlah orang-orang yang berbuat zhalim kepadamu.
Dia berkata lagi, lalu aku mendatangi Rasulullah. Beliau lalu berkata lagi kepadaku: Ya ‘Uqbah ibn Amir, tahanlah lidahmu, tangisilah atas segala kesalahan yang telah kamu lakukan, dan hendaklah rumahmu menjadi lapang bagi dirimu. Ia berkata. Kemudian aku bertemu Rasulullah saw., lalu beliau bertanya lagi kepadaku: “Ya ‘Uqbah ibn ‘Amir: Maukah engkau aku ajarkan kepadamu beberapa surat yang tidak pernah diturunkan oleh Allah di dalam Taurat, Zabur, dan Injil, dan tidak pula di dalam Al-Qur’an yang sama dengan surah-surah itu, satu malampun tidak boleh kamu liwatkan kecuali engkau membaca pada malam itu surah-surah itu, yaitu: قل هو الله أحد, قل أعوذ برب الفلق , dan قل أعوذ برب الناس. ‘Uqbah berkata: “Tidak akan aku lewatkan suatu malam, kecuali aku membawa surah-surah itu pada malam itu dan akuwaibkan bagi diriku untuk tidak meninggalkannya, sementara Rasulullah telah memerintahkan aku untuk melakukannya.
Farwah ibn Mujahid, ketika dia menceritakan hadis ini ia berkata: “Ketahuilah, kadang-kadang ada orang yang tidak dapat menahan lidahnya, atau tidak menangisi kesalahannya (yang telah berlalu), dan rumah tidak terasa lapang bagi dirinya. HR. Ahmad.
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12