Keinginannya untuk menempuh pendidikan sangat kuat. Dia ingin ke Belanda. Peluangnya mengecap pendidikan di Belanda sempat terbuka setelah perkenalannya dengan Jacques Henrij Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda. JH Abendanon sempat menjanjikan beasiswa bagi Kartini dan saudara-saudaranya untuk belajar ke Belanda.
Hingga kemudian, surat dari Belanda yang ditunggu Kartini datang dan mengabulkan permohonannya. Beasiswa telah tersedia untuknya. Setelah berbagai pertimbangan, dia membatalkan beasiswa tersebut.
Sementara di sisi lain ada seorang pemuda cerdas yang menarik perhatian Kartini dan sangat membutuhkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya. Pemuda itu bernama Agus Salim, dari Sumatera Barat. Ya, Agus Salim yang Kemudian Menjadi Pemimpin Sarekat Islam, Pendiri Pemuda Muslimin Indonesia, Jurnalis Kritis, Diplomat ulung dan Anggota BPUPKI dimasa Kemerdekaan Indonesia.
Kartini lalu mengirimkan surat ke Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini di Belanda dan memohon agar beasiswa itu diberikan kepada Agus Salim. Agus Salim saat itu sedang berusaha mendapatkan beasiswa ke Belanda.
Tetapi, semua usaha yang dilakukan itu gagal. Hingga kemudian kabar itu terdengar Kartini. Dia berharap, uang beasiswa sebesar 4.800 gulden bisa dialihkan untuk Agus Salim.
Berikut secuil surat Kartini tersebut:
“Saya punya suatu permohonan yang penting sekali untuk nyonya, tapi sesungguhnya permohonan itu ditunjukan kepada Tuan (Abendanon). Maukah Nyonya meneruskannya kepadanya? Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikaruniai bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia orang Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS.
Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan. Gaji ayahnya cuma F 150 -sebulan.”
Namun, Agus Salim menolak pengalihan beasiswa tersebut. Dia menilai, pemberian itu karena usul orang lain, bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya. Dia menilai ada diskriminasi di dalamnya.
Akhirnya, pada 12 November 1903, Kartini dinikahkan dengan Bupati Rembang KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Sang bupati sudah memiliki istri dan anak. Kartini kemudian diperbolehkan membangun sebuah sekolah wanita.
Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini mengembuskan napas terakhirnya setelah melahirkan pada usia 25 tahun.
Kategori: Tokoh Pendiri
Sumber:
1. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang
2. 100 Tahun Haji Agus Salim
3. Tempo.co
Bidang Media dan Penggalangan Opini
PB Pemuda Muslimin Indonesia
sumber: pemudamuslim.org