Dua Kategori Miskin
Oleh: Safrudin Djosan
Miskin adalah sebuah keadaan hidup yang dialami oleh sebagian manusia yang patut mendapat perhatian saudaranya, kaum berpunya. Ada dua penyebutan atau kategori untuk term miskin ini. Merujuk kepada Al-Qur’an surah Al-Ma’arij ayat 24-25 ketemu dua kata yang berbeda tetapi memiliki makna yang serupa: saailin dan mahrum.
Disebutkan: walladzina fii amwâlihim haqqun ma’aluum lis- sâilîn wa al-mahrûm “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” Orang miskin yang meminta (atau bahkan yang meminta-minta) itulah yang saailin; sedangkan bagi orang miskin yang tidak meminta-minta disebut sebagai mahrum.
Islam mengategorikan terdapatnya dua kelompok orang miskin yaitu miskin yang meminta-minta (sailin) yaitu yang mereka mendapat bagian dari haknya dan orang miskin yang tidak mendapat bagian atas haknya yakni yang tidak meminta-minta (mahrum) demi menjaga kehormatan dirinya. Yang pasti as-sailin dan al-mahrumin adalah sama-sama dalam kategori sebagai orang yang berhak menerima bagian tertentu dari harta kaum berpunya (muzakki). Kepada kelompok inilah zakat, infaq dam shadaqah itu diserahkan atau didistribusikan.
Kaum miskin yang tiada meminta (al-mahrumin) biasanya terluput dari pandangan kaum mampu untuk mereka berbagi zakat, infaq, ataupun shadaqah, akibat ketidaktahuan kondisi yang dialami oleh si miskin itu. Seorang mahrum lebih memilih perut terlilit lapar ketimbang harus memelas, memohon belas kasihan orang lain.
Rasa malu dan keinginan menjaga harga diri (muru’ah) menjadikannya lebih memilih bersabar dan menyembunyikan kekurangan agar tak tampak oleh orang lain. Bukan ia tidak butuh bantuan tapi ia hanya memilih sikap pasif, sambil terus berusaha mencari jalan keluar dan terus berdo’a pada Allâh SWT agar diberi kemudahan dalam berikhtiar demi beroleh rizki. Inilah yang menyebabkan orang lain bahkan jiran/tetangga terdekatnya tidak tahu kondisi yang dialami sebenarnya.
Rasulullâh SAW amat menyukai orang-orang miskin yang seperti ini, dan beliau amat memahami kondisi orang yang berkategori al-mahrum di sekelilingnya hingga beliau sendiri menyuruh para sahabat agar suka menyapa dalam kepedulian untuk berbagi terhadap kalangan ini.
Secara khas, Rasulullâh SAW menggarisbawahi ihwal keberadaan orang-orang miskin yang sejatinya tersentuh oleh uluran tangan dari saudaranya yang berpunya. Orang-orang miskin yang dimaksud ialah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan tetapi tidak mau meminta-minta kepada manusia.
Sabda Rasulullâh: “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap dan dua suap makanan dan satu-dua butir kurma.” Sahabat bertanya: “Ya Rasulullâh, siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab, ”Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan, dan dia tidak mempunyai kepandaian untuk itu, lalu dia diberi shadaqah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu pun kepada orang lain.” (H.R. Muslim)
Sebentar lagi kita agaknya bakal masuk ke zaman sulit, dimana kemiskinan akan semakin bertambah-tambah. Dan kita berharap moga-moga kondisi semacam itu tak terjadi di persada yang kaya-raya ini. Tetapi dengan masih dan terus merebaknya pandemi Covid-19 yang melumpuhkan banyak tatanan kehidupan dalam urusan muamalah itu, bukan sesuatu yang tak mungkin jika kemiskinan bakal melanda.
Berharap kepada pemerintah? Ya, pasti. Tapi seberapa kuat? Maka agaknya dibutuhkan empati dari kaum berpunya agar ikhlas dan rela hati berbagi kepada sesama, dan curi-curilah perhatian kepada kelompok al-mahrumin, lantaran mereka sungguh-sungguh tak menampakkan diri kalau mereka sebenarnya miskin.
Tak syak, Zakat, Infaq, dan Shadaqah adalah menjadi media perantara dalam bangun mesra hubungan antara kaum kaya dan kaum miskin. Menjadi pelaku ZIS itu menjadi pertanda sekaligus jadi bukti dari sikap keberimanan seorang hamba. Dengan berzakat, berinfaq, dan bershadaqah seseorang telah memosisikan dirinya dalam keimanan yang benar dan atau sebenar-benarnya keimanan.
Kategori: Majelis Ilmu
Penulis adalah Wakil Ketua Dewan Pertimbangan PB Pemuda Muslimin Indonesia
sumber: pemudamuslim.org