INDOPOLITIKA.COM – Wacana tunda pemilu yang diusulkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli bergelinding ibarat bola panas. Keduanya sama-sama menyebutkan alasan pemilu harus ditunda karena stagnasi ekonomi akibat terdampak pandemi.
Terkait wacana yang tengah ramai diperbincangkan itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan usulan penundaan Pemilu 2024 menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang.
“Dalam negara demokrasi orang boleh usul apa saja tentunya. Tetapi usulan penundaan pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang. Sebagai negara hukum, kita wajib menjunjung hukum dan konstitusi,” ujar Yusril, kemarin.
Yusril menuturkan UUD 1945 tegas mengatakan bahwa pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Kalau pemilu ditunda, kata dia, maka lembaga apa yang berwenang menundanya.
Maka, konsekuensi dari penundaan itu adalah masa jabatan presiden, wapres, kabinet, DPR, DPD dan MPR akan habis dengan sendirinya.
“Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut? Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan tersebut?” ujar pakar hukum tata negara tersebut.
Menurut Yusril, pertanyaan-pertanyaan tersebut belum dijawab dan dijelaskan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024.
“Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan. Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas kemana-mana,” ujar dia.
Yusril menambahkan amandemem UUD 1945 menyisakan persoalan besar bagi bangsa, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu.
“Sementara tidak ada satu lembaga apapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967,” ujar Yusril.
Pandangan Hamdan Zoelva
Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, penundaan Pemilu merupakan perampasan hak kepada rakyat. Dari segi alasan, tidak ada alasan moral, etik, demokrasi dan dasar hukum yang jelas.
“Pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945,” kata Hamdan Zoelva melalui twitter pribadinya, dikutip, Sabtu (26/2/2022).
“Bahkan dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali,” tambahnya.
Akan tetapi, Hamdan menjelaskan, kalau tetap dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, tidak ada yang dapat menghambat. Menurutnya, putusan MPR formal sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain.
Namun, masalah selanjutnya jika pemilu ditunda untuk 1-2 tahun, siapa yang jadi presiden dan seluruh anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia, karena masa jabatan mereka semua berakhir pada September 2024.
“Masalah tidak berhenti di situ, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD? Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih pelalui pemilu,” ungkapnya.
Untuk keperluan tersebut, lanjut hamdan, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang.
“Lalu, siapa yang perpanjang, juga jadi persoalan. Jika dipaksakan dapat dilakukan oleh presiden atas usul KPU. Tetapi sekali lagi UUD terkait anggota MPR harus diubah dulu,” ujarnya.
Maka, lanjut Hamdan, untuk memuluskan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR mengubah UUD, SI MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangakat Presiden dan Wapres sebelum masa jabatan mereka berakhir.
“Apa mungkin presiden diangkat kembali sebelum mereka berhenti secara bersamaan? Karena MPR hanya berwenang mengangkat presiden dan wapres jika presiden dan wapres secara bersamaan berhenti,” paparnya.
Hamdan mengungkapkan, maka jalan keluarnya yaitu dengan memberhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir.
Namun, merujuk ketentun UUD 1945 tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan presiden dan wapres tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945.
“Jadi persoalan begitu sangat rumit, maka jangan pikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan itu, karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu. Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja” tuturnya.
“Lagi pula, skenario penundaan pemula merampas hak rakyat menentukan pemimpinnya setiap 5 tahun sekali,” tutupnya. [Red]
sumber: indopolitika.com