Jakarta – Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (Semmi) mengkritik keras kebijakan terbaru soal Jaminan Hari Tua (JHT). Aturan itu dinilai membuat pemerintah menghambat kesejahteraan rakyat.
“Saya berharap Menteri Tenaga Kerja merevisi atau membatalkan aturan ini. Jangan menghambat kesejahteraan rakyat. Jika tetap keukeuh terhadap aturan JHT ini, layak Presiden Joko Widodo reshuffle atau berhentikan dari jabatannya,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum PB Semmi, Gurun Arisastra, dalam keterangan tertulisnya kepada Suara Mahasiswa detikcom, Selasa (15/2/2022).
Menaker telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2022 tentang JHT. Dalam aturan terbaru itu, JHT baru bisa dicairkan oleh pekerja setelah pekerja berusia 56 tahun. Padahal orang-orang yang belum tua namun keburu dipecat juga butuh duit. Selama ini, JHT bisa dicairkan oleh orang-orang yang kena PHK tanpa menunggu 56 tahun.
“Saya sangat sayangkan aturan itu keluar. Bagi saya, itu justru menghambat kesejahteraan, bukan menciptakan kesejahteraan.” ujar Gurun Arisastra.
Pria usia 29 tahun ini menilai aturan tersebut semakin menyulitkan orang banyak karena terbit saat kondisi ekonomi sedang susah karena ditimpa pandemi COVID-19. Dia juga menilai Permenaker itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28H ayat (2) yang menyatakan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh. Ada pula Pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat.
“Negara tidak boleh menghambat kesejahteraan rakyat,” kata Gurun.
Soal polemik JHT, pemerintah sudah memberi penjelasan. Menaker Ida menyatakan orang yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun tidak mengambil JHT. Bukannya orang yang kena PHK itu tidak mendapat jaminan sosial, tetap dapat, cuma jaminan sosialnya bukan JHT, melainkan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan).
JKP adalah jaminan sosial yang sudah disiapkan pemerintah dengan anggaran Rp 6 triliun. Jadi buruh-karyawan tidak perlu iuran lagi untuk mendapatkan JKP.
Tetap, meskipun buruh yang kena PHK tidak bisa mengakses JHT sebelum usianya menginjak 56 tahun, orang yang kena PHK bisa mengakses sebagian JHT. Syaratnya, buruh tersebut punya masa kepesertaan minimal 10 tahun dan klaim maksimal 30 persen. Jadi ini tidak 100% bisa diambil sebelum 56 tahun.
“Prinsipnya semua peserta, baik yang masih bekerja, yang mengalami PHK atau mengundurkan diri, maupun peserta yang usia pensiunnya di bawah 56 tahun, sebagian manfaat JHT tetap dapat diklaim sebelum yang bersangkutan berusia 56 tahun dengan syarat punya masa kepesertaan minimal 10 tahun. Klaim maksimal 30 persen. Untuk kepemilikan rumah atau maksimal 10 persen untuk keperluan lain dalam bentuk uang tunai,” terang Ida dalam keterangannya, Senin (14/2) kemarin.
(dnu/tor)
sumber: news.detik.com