TAUSIAH KEAGAMAAN
MANUSIA DAN PENCIPTAANNYA (12):
MENJAGA KESEIMBANGAN HIDUP DUNIA DAN AKHIRAT
Ahmad Thib Raya UIN Jakarta
Jakarta-Matraman, Sabtu, 22 Januari 2022
Ada tiga pesan penting yang disampaikan oleh Allah di dalam QS. Al-Qashash [28]: 77di mana Allah menyatakan: “Dan carilah (kebahagiaan) negeri akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Tiga pesan penting itu terkait dengan kehidupan dunia dan akhirat. Ketiga pesan penting itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pesan yang pertama ialah Allah memerintahkan kepada setiap manusia untuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan akhirat dengan menggunakan berbagai fasilitas, karunia, dan nikmat Allah yang ada di dunia. Gunakan badanmu untuk beramal untuk akhiratmu. Gunakan harta yang engkau miliki dalam rangka meraih kebaikan untuk akhirat. Gunakan jabatanmu dan kekuasaan untuk mempersiapkan dirimu untuk alam akhirat. Pendeknya, gunakan semua fasilitas yang dianugerahkan Allah kepadamu untuk menggapai kebahagiaan di alam akhirat.
Pesan kedua ialah jangan engkau melupakan duniamu dengan menggunakan semua fasilitas yang telah diberikan oleh Allah untuk urusan duniamu, untuk kebahagiaan kehidupanmu di dunia.
Dua pesan penting Allah menunjukkan bahwa manusia harus secara bersamaan melakukan upaya-upaya untuk kebahagian hidupnya di dunia dan untuk kebahagiaan hidup di akhirat dengan menggunakan berbagai fasilitas yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Setiap manusia harus menyeimbangkan antara upaya-upaya untuk dunia dan upaya-upaya untuk akhirat. Setiap manusia tidak boleh hanya mementingkan akhirat, tidak memperhatikan urusan dunianya. Juga manusia tidak boleh mengutamakan dunianya saja tanpa memperhatikan untuk akhiratnya.
Allah memerintahkan kepada kita untuk melakukan upaya-upaya yang dapat menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kita dituntut untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat dengan menggunakan berbagai sarana dan kenikmatan yang diberikan Allah di dunia ini, tanpa kita melupakan upaya-upaya untuk menuntut kebahagiaan hidup di dunia. Kita diperintahkan untuk meraih dua kebahagiaan secara bersama-sama, kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Allah tidak menginginkan keidakseimbangan hidup bagi manusia yang hanya mementingkan salah satu dari dua kebahagiaan, mementingkan kebahagiaan dunia saja tanpa kebahagiaan akhirat, atau mementingkan akhirat saja, tanpa memperhatikan kebahagiaan dunia. Islam sangat mencela pandangan dan sikap seperti ini. Karena itu, kita tidak dibenarkan semata-mata mencari kebahagiaan dunia saja atau akhirat saja.
Seseorang dalam pandangan Islam, tidak boleh hanya sibuk dan mementingkan urusan dunianya, bekerja dan beramal untuk dunianya saja, dan mengabaikan untuk akhiratnya. Atau sebaliknya, ia hanya beribadah terus-menerus, melakukan shalat terus menerus, melakukan puasa terus-menerus, bezikir terus-menerus tanpa berhenti, dengan tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan hidupnya di dunia. Untuk kebahagiaan dunia kita dituntut untuk bekerja, dan untuk kebahagiaan di akhirat, kita perlu bekerja.
Ingatlah penegasan Rasulullah Saw, tentang kehidupan di dunia ini di dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: “Dari Abdullah Ibn Umar r.a, dia berkata: Rasulullah telah memegang tanganku atau pundakku, lalu beliau berkata: “Anggaplah dirimu di dunia ini bagaikan orang asing atau musafir. Lalu Ibn Umar berkata: “Apabila engkau berada pada sore hari (lakukanlah apa yang bisa engkau lakukan), jangan menunggu datangnya pagi. Jika engkau berada pada waktu pagi (lakukanlah apa yang dapat kamu lakukan), jangan menunggu datangnya waktu sore. Jadikan waktu sehatmu (untuk mempersiapkan dirimu) pada waktu sakitmu. Jadikan waktu hidupmu di dunia ini (untuk mempersiapkan dirimu) untuk akhiratmu.” HR Bukhari.”
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12