RM.id Rakyat Merdeka – Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai, gugatan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) yang diajukan kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA) salah alamat.
“Permohonan tersebut tidak lazim, karena menjadikan AD/ART Partai Demokrat sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan,” ujar kuasa hukum Partai Demokrat, Hamdan Zoelva, saat konfrensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, kemarin.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, AD/ART parpol bukanlah peraturan perundang-undangan, sehingga tidak bisa diujimateriilkan di MA.
Dijelaskan, pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), peraturan perundang-undangan adalah norma hukum yang mengikat secara umum. Sedangkan, AD/ART Partai Demokrat adalah peraturan internal partai saja.
“AD/ART hanya mengikat Partai Demokrat dan anggotanya. Tidak mengikat keluar,” sebutnya.
Meski begitu, Partai Demokrat tetap mengawal laporan uji materi AD/ART Partai Demokrat yang masuk ke MA oleh empat mantan kadernya itu. Belakangan, satu di antaranya yaitu Ketua DPC Bantul, Nur Rakhmat Juli Purwanto, menarik gugatan dan kembali ke kubu AHY.
Sontak, skuad AHY langsung bergerak. Didampingi Hamdan Zoelva, sejumlah petinggi partai Demokrat seperti Ketua Dewan Kehormatan Hinca Panjaitan, dan Wakil Ketua Umum Benny Kabur Harman, mendatangi MA, di Jakarta, kemarin.
Mereka meminta MA agar bisa menjadi pihak termohon atau terkait ihwal uji materi atau judicial review AD/ART Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko.
“Kami menduga, ada kesengajaan dari Para Pemohon untuk tidak mengajukan Partai Demokrat sebagai pihak Termohon, walaupun objek pengujian adalah AD/ART. Untuk menghindari hal itu, Partai Demokrat memberikan penjelasan yang sebenarnya,” katanya.
Hamdan menjelaskan, uji materi AD/ART Partai Demokrat di MA itu tidak lazim. Logika hukumnya, jika keberatan atas Keputusan Menteri Hukum dan HAM atas pengesahan AD/ART maupun kepengurusan partai, seharusnya diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
“Bukan uji materi di MA, keputusan Menkumham tersebut bersifat beschikking (penetapan deklaratif), tidak bersifat regling atau pengaturan,” jelas Hamdan
Mantan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu tidak menemukan kasus jika AD/ART partai politik itu masuk peraturan perundangan, sehingga dibahas di tingkat MA. “Di negara demokrasi manapun di dunia, baru kali ini saya mengetahui. AD/ART parpol itu, peraturan internal partai yang dibuat dan disepakati anggota partai,” tutupnya.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman menyebut, gaya hukum yang dilakukan kubu Moeldoko mengadopsi gaya politik petinggi Partai Nazi Jerman, Adolf Hitler.
“Mirip Hitler, karena menguji parpol, dalam hal ini Partai Demokrat. Sejalan tidak dengan kemauan negara. Dalam hal ini, mengajukan gugatan AD/ART ke MA,” ujar Benny saat konfrensi pers Partai Demorkat.
Dia menuding, jangan-jangan tujuan uji materi ke MA ini untuk mencaplok Partai Demokrat secara hukum. Sebab, tidak tepat AD/ART diuji di MA. “Kalau ini diterima, praktis tidak hanya Partai demokrat, tetapi parpol lainnya juga mengikat organisasi lainnya,” ucap Benny.
Menurutnya, pola hukum seperti ini sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia. Untuk itu, Partai Demokrat terus berjuang agar negara tidak mengintervensi partai politik.
Sementara Partai Demokrat kubu Moeldoko tidak mau ambil pusing dengan atraksi politik kubu AHY. Baginya, tidak ada yang salah dengan pengajuan judicial review AD/ARTke Mahkamah Agung (MA). “Biarin aja mereka mau pakai alibi apapun,” ujar Boyke Novrizon, salah satu politisi Partai Demokrat kubu Moeldoko kepada Rakyat Merdeka, kemarin. [BSH]
sumber: rm.id