Jakarta, CNN Indonesia — Pengacara terdakwa kasus ujaran kebencian, Jumhur Hidayat mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (3/5).
Setidaknya, ada 20 tokoh nasional yang menjadi penjamin dari permohonan penangguhan penahanan yang diajukan tersebut.
“Sudah, tadi diserahkan langsung ke hadapan Majelis Hakim,” kata kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Senin (3/5).
Oky menyebutkan para tokoh yang menjamin ialah; mantan Ketua MK, Jimly Asshidiqie, mantan hakim konstitusi, Hamdan Zoelva; ekonom Rizal Ramli; pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Kemudian, Ferry Joko Yuliantono, Akhmad Syarbini, Andi Arief, Ahmad Yani, Adhie M. Marsadi, Ariacy Achmad, Abdul Rasyid, Paskah Irianto Bambang Inti Nugroho, Harlans Muharraman Fachra, Rizal Darman Putra, Arsianty Purwantini.
Lalu, Rachlan S. Nasihidik, Radhar Tri Darsono, Wahyono hingga Andrianto.
“Mereka siap menjadi penjamin penangguhan atau pengalihan penahanan Jumhur,” tambah dia.
Oky mengatakan tim advokasi pun meminta agar Majelis Hakim dapat mengabulkan permohonan penangguhan tersebut. Mereka beranggapan bahwa kliennya tak bersalah sebagaimana dituduhkan dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kritik yang dilakukan oleh Jumhur Hidayat terhadap suatu kebijakan pemerintahan adalah hal yang lumrah di negara demokrasi. Hal itu terbukti pada keterangan ahli dari penuntut umum,” kata dia.
Kemudian, kata dia, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani sebagai saksi yang dihadirkan oleh JPU merasa bahwa cuitan Jumhur yang dipermasalahkannya tidak menyinggung pengusaha.
“Oleh sebab itu, sebanyak 20 tokoh nasional bersedia menjadi penjamin,” tambahnya.
Jumhur merupakan satu dari delapan petinggi KAMI yang ditangkap usai gelombang aksi menolak Omnibus Law pada Oktober 2020 lalu.
Ia didakwa telah menyebarkan berita bohong dan membuat onar lewat cuitannya terkait Omnibus Law Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020. Dia menyebut, Omnibus adalah UU buat investor primitif dan pengusaha rakus.
Dalam dakwaan, Jaksa menilai bahwa kicauan Jumhur pada 7 Oktober 2020 lewat akun Twitter @jumhurhidayat memicu polemik di masyarakat yang kemudian merembet hingga terjadi unjuk rasa besar pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
“UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja,” cuit Jumhur dalam akun Twitternya @jumhurhidayat, 7 Oktober 2020.
(mjo/pmg)
sumber: cnnindonesia.com