Para ulama hikmah selalu menganjurkan kepada setiap orang untuk senantiasa menjaga rahasianya itu hanya pada dirinya sendiri dan untuk dirinya sendiri. Seseorang tidak pantas menyampaikan rahasianya kepada orang lain, jika rahasia itu mengandung hal-hal yang bersifat pribadi, dan jika rahasia itu, kalau dibuka, menimbulkan mudarat bagi dirinya. Rahasia itu boleh diceritakan kepada pihak lain, apabila diyakini orang itu mampu menjaga amanah dan rahsia itu, dan orang itu mampu memberikan jalan keluar bagi suatu persoalan yang dihadapinya. Yang menerima rahasia itu harus juga menjaga rahasia itu.
Harus diyakini bahwa tidak semua orang bisa menjaga rahasia itu. Dia akan dengan mudah menceritakan rahasia itu kepada orang lain. Hal ini akan menimbulkan kebencian bagi yang memiliki rahasia. Amr bin Ash, pernah berkata: Aku tidak akan membuka rahasiaku kepada siapapun karena aku pasti akan mencelanya jika ia membukanya kepada orang lain. Bagaimana aku mencelanya, sementara aku sendiri telah menyia-nyiakan rahasiaku dengan memberitahu-kannya kepadanya.
Imam Syafi’i pernah berkata: Jika seseorang membuka rahasianya sendiri dengan mulutnya, kemudian ia mencela orang itu, sungguh ia seorang yang sangat bodoh. Jika ada seseorang sempit untuk menyimpan rahasia pribadinya, niscaya akan lebih sempit untuk menyimnpan rahasia orang lain.
Menyimpan rahasia kita dengan baik merupakan pelajaran dan latihan yang sangat berharga bagi kita untuk menjaga rahasia orang lain. Kalau kita mampu menjaga rahasia diri kita, maka kita akan mampu menjaga rahasia orang lain. Sebaliknya, jika kita tidak mampu menjaga rahasia kita sendiri, maka kita tidak akan pernah bisa menjaga rahasia orang lain. Ingatlah bahwa rahasia itu amanah. Rahasia diri kita adalah amanah untuk diri kita. Rahasia orang lain yang ada pada kita adalah amanah dari orang lain yang harus kita jaga.
Ahmad Thib Raya, Februari 2021
sumber: thibrayainstitute.id