Merahputih.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI), Gurun Arisastra menilai keputusan Komisi IV DPR menolak impor beras merupakan keputusan yang tepat. Bulog dinilai masih memiliki cadangan beras.
Apalagi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa produksi beras nasional berpotensi naik mencapai 4,86% pada tahun 2021.
“Jadi kenapa kita harus impor? Kan tidak perlu,” ujarnya kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (22/3).
Gurun juga menilai bahwa kebijakan impor tersebut justru menciptakan negara menjadi konsumtif bukan produktif. Karena secara psikologis dapat mematahkan semangat para petani dalam negeri secara nasional.
Dampaknya adalah penurunan kesejahteraan para petani dan menurunkan minat pemuda milenial menjadi petani. Dengan begitu, bakal berpengaruh terhadap produktivitas beras atau pangan ke depan.
“Kebijakan impor ini efeknya ini bisa berdampak buruk terhadap pangan kita, produksinya bisa turun, ini yang harus dipahami,” terang Gurun.
Ia berujar, bahwa pemerintah seharusnya terus fokus terhadap produksi beras nasional agar terus mengalami peningkatan produksi. Sehingga ketahanan pangan di dalam negeri bisa kuat dan tidak lagi memikirkan untuk impor.
Pemikiran impor ini dirasa Gurun sangat kurang tepat, sebaiknya pemerintah bagaimana bersemangat untuk berpikir agar Indonesia bisa ekspor. Justru pemerintah harus terus fokus mengupayakan produksi beras nasional agar terus mengalami peningkatan.
“Sehingga ketahanan pangan kita selalu kuat, terciptanya kemakmuran bangsa dan bahkan kita kedepan tidak lagi memikirkan impor namun ekspor,” tuturnya.

Gurun menyebut bahwa semangat itu merupakan perwujudan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Pemerintah harus terus fokus meningkatkan produksi beras atau pangan dalam negeri sebagai wujud implementasi Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945,” tutup Gurun
Sekedar informasi, rencana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton mendapatkan penolakan dari banyak pihak. Kebijakan tersebut dinilai tidak kuat pijakannya.
Pertama, rencana impor dilakukan saat panen raya. Bahkan, Maret ini merupakan puncak panen. Saat panen raya, produksi melimpah dan kualitas gabah/beras menurun. Harga pun turun.
Data BPS menunjukkan, harga gabah/beras turun dari Januari ke Februari. Impor saat panen raya berpotensi menekan harga ke titik terendah. Ini menyakiti petani. Kedua, impor dilakukan saat produksi melimpah.
Pada 1 Maret lalu, BPS merilis produksi beras Januari-April 2021 diperkirakan 14,56 juta ton, lebih tinggi 26,84% dari 2020 (11,46 juta ton) dan 6,67% pada 2019 (13,63 juta ton). Selain itu, akumulasi surplus beras akhir 2020 mencapai 7,78 juta ton. (Knu)
sumber: merahputih.com