TAUSIAH KEAGAMAAN
HAKIKAT AKHLAK (1)
PENGERTIAN AKHLAK
Ahamad Thib Raya
Jakarta-Matraman, Jumat pagi, 5-11-2020
Kata “akhlak” suatu kata baku di dalam bahasa Indonesia yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, kata ini sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya kata itu ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semua kata yang sudah tercantum di dalam kamus itu sudah dipandang sebagai bahasa baku bahasa Indonesia.
“Akhlak” di dalam bahasa Indonesia diartikan dengan sangat sederhana, yaitu “budi pekerti, kelakuan” (KBBI, 1989, h. 15). “Budi pekerti” disinonimkan dengan kata-kata “tingkah laku, perangai, dan watak”. Dari sini dapat dikatakan bahwa akhlak dalam pengertiannya yang sederhana ialah segala perilaku, tindakan, dan sikap, baik yang berbentuk ucapan maupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Di dalam bahasa Arab kata “akhlak” (أخلاق) adalah bentuk jamak dari kata “khuluq” (خلق), yang berakar dari kata kerja “khalaqa” (خلق), yang berarti “menciptakan”. Kata “khuluq” diartikan dengan sikap, tindakan, dan kelakuan.
Ada beberapa definisi “akhlak” yang dikemukakan oleh para ulama, di antaranya sebagai berikut:
1. Al-Qurthubi (Tafsir al-Qurthuby, Juz VIII, hal. 6706) mengatakan, “akhlak adalah segala sesuatu yang dijadikan manusia di dalam dirinya sebagai tata krama, kesantunan, (adab) sebagai bagian dari penciptaannya”.
2. Muhammad bin Ilaan ash-Shadieqy (dalam Dalil al-Falihin, Juz III, hal. 76) mengatakan: “Akhlak adalah kemampuan yang terdapat di dalam jiwa manusia yang menyebabkan ia mampu melahirkan perbuatan-perbuatan baik dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain).”
3. Ibn Maskwayh di dalam Muhammad Yusuf Musa, Falsafat Akhlakj fi al-Islam…, hal. 81) mengatakan: “Akhlak ialah keadaan yang dimiliki jiwa yang dapat mendorongnya untuk melakukannya tanpa ada pemikiran dan pertimbangan.”
4. Abu Bakr Jabir al-Jazairiy (dalam Minhaj al-Muslim, h. 154) mengatakan: “Akhlak ialah keadaan yang sangat kokoh di dalam jiwa yang menjadi sumber lahirnya perbuatan-perbuatan yang dikehendaki dan yang diinginkan, baik perbuatan yang baik maupun yang buruk, perbuatan yang indah maupun yang jelek.”
5. Imam al-Ghazaliy (dalam Iha’ Ulumiddin, Terjemahan, Jilid III, hal. 52) mengatakan: “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dengan kokoh di dalam jiwa manusia, yang menjadi sumber kahirnya perbuatan-perbuatan, tindakan-tindakan dengan gampang dan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika keadaan itu menjadi sumber lahirnya perbuatan-perbuatan yang terpuji dan indah, baik menurut akal maupun hukum, disebut akhlak yang baik (khuluq hasan). Jika keadaan itu menjadi sumber lahirnya perbuatan-perbuatan jelek dan kotor, maka ia disebut akhlak kotor (khuluq sayyi’).
Definisi-definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang terdapat di dalam manusia yang melahirkan berbagai macam sikap, perbuatan, kelakuan, dan tindakan, baik yang bersifat baik maupun buruk. Akhlak itu berkaitan dengan keadaan jiwa seseorang. Jadi, akhlak adalah segala tindakan, perbuatan, dan perilaku yang lahir dari keadaan jiwa. Keadaan jiwa seseorang belum dapat dikatakan akhlak karena masih tersembunyi dan belum terwujud dan tampak dalam perbuatan. Yang sudah terwujud dalam bentuk perbuatan itulah yang disebut akhlak.
Menurut para ahli hikmah, ada tiga keadaan jiwa yang mendorng manusia untuk melakukan perbuatan, yaitu:
1. Tabiat (pembawan), yang sifat yang dibawa sejak lahir, yang disebut “al-akhlaq al-fihtriyyah), yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya. Ini bersifat turunan (geneologik).
2. Akal-pikiran, yang dikenal dengan istilah “al-‘Aql”, yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakannya serta merabanya. Alat kejiwaan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata).
3. Hati nurani, yang dibseut “al-bashirah”, yaitu dorongan jiwa yang hanya terpengaruh oleh faktor intuitif (wijdan). Alat kejiwaan ini dapat menilai hal-hal yang bersifat abstrak (bathin).
Istilah “akhlak” seringkali disinonimkan dengan beberapa istilah lain, yaitu etika dan moral, serta kesosilaan dan kesopanan. Istilah-istilah secara sepintas sama, tetapi secara hakiki sangatlah berbeda.
Istilah “akhlak” (أخلاق) berasal dari kata Arab, yaitu sebuah istilah agama yang digunakan untuk menilai perbuatan manusia, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jika kata ini dikaitkan dengan kata “ilmu” sehingga menjadi ilmu akhlak, maka akhlak menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan agama Islam yang memberikan tuntunan kepada manusia tentang cara-cara berbuat baik dan menghindarkan perbuatan buruk.
Etika dan moral adalah dua istilah yang berasal dari bahasa asing. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti adat, watak atau kesusilaan. Etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada, karena etika merupakan suatu ilmu. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin, yaitu “mos”, yang juga berarti adat atau cara hidup. Moral digunakan untuk memberikan kriteria perbuatan yang sedang dinilai. Moral bukanlah sebuah ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Kata “kesusilaan” berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri atas dua kata, yaitu “su”, yang berarti “lebih baik”, dan “sila” yang berarti “prinsip, dasar atau aturan hidup”. Kesusilaan adalah dasar-dasar atauran hidup yang lebih baik. Kesopanan adalah bahasa Indonesia, yang artinya “tenang, beradab, baik, dan halus baik dalam perkataan maupun perbuatan.
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12
Follow Berita Syarikat Islam di Google News