TAUSIAH KEAGAMAAN
Senen, 26 Oktober 2020
HAKIKAT TAUBAT (6)
MACAM-MACAM TAUBAT DAN
TINGKATAN HAMBA DALAM TAUBAT
Taubat itu pada hakikatnya tidak hanya terkait dengan permohonan pengampunan dosa yang pernah dilakukan, tetapi juga termasuk permohonan ampun yang bukan karena dosa. Imam al-Gazali membagi taubat itu atas 3 macam, yaitu:
1. Taubat (kembali), yaitu permohonan ampun dari segala dosa yang sudah dilakukan disertai tekad untuk kembali dari kemaksiatan menuju kepada ketaatan kepada Allah swt., kembali dari perbuatan dosa menuju kepada perbuatan kebajikan.
2. Firār (lari, meninggalkan), yaitu permohonan ampun dengan tekad meninggalkan kemaksiatan menuju kepada kebajikan, atau tekad untuk meningkatkan amal kebajikan, dari yang tidak baik kepada yang baik, dari yang baik menuju kepada yang lebih baik, dari yang sempurna menuju kepada yang lebih sempurna, dari yang lebih semopurna kepada yang paling sempurna.
3. Niyābat, yaitu permohonan ampun yang dilakukan secara terus-menerus sekalipun tidak berdosa.
Allah memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa memohon ampun kepada Allah sekalipun mereka tidak berdosa. Hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam QS. Al-Zumar [39]: 54:
وَأَنِيبُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُواْ لَهُۥ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلۡعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ٥٤
54. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Hamba Allah di dalam melakukan taubat memiliki tingkatan-tingkatan. Dalam bukunya, Al-Taubah ilā Allāh wa Mukaffirāt al-Dzunūb” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: “Menebus Dosa” Imam al-Ghazali mengatakan bahwa ada 4 tingkatan hamba dalam taubat, yaitu 1) tobat jiwa yang tenang, 2) tobat jiwa yang selalu mencela, 3) tobat jiwa yang selalu membujuk, dan 4) tobat jiwa yang banyak memerintah.
TINGKATAN PERTAMA ADALAH TOBAT JIWA YANG TENANG yaitu seorang pelaku kemaksiatan melakukan tobat dan beristiqamah dalam tobatnya sampai akhir hayatnya. Ia memperbaiki seluruh kelengahannya dalam semua urusannya dan tidak pernah lagi mengatakan kepada dirinya untuk kembali kepada dosa-dosanya selain kesalahan-kesalahan kecil yang tidak seorang manusia pun bisa menghindarinya kecuali orang-orang yang telah mencapai tingkatan kenabian. Inilah bentuk istiqamah di dalam tobat, yang pelakunya dinyatakan sebagai orang yang terdepan di dalam merebut berbagai kebajikan dan menukat keburukannya dengan kebaikan.
TINGKATAN KEDUA ADALAH TOBAT JIWA YANG SELALU MENCELA yaitu pelaku tobat yang menempuh jalan istiqamah pada ketataan-ketaatan utama dan meninggalkan seluruh dosa besar, kecuali dosa-dosa kecil yang tidak bisa dihindarinya. Dosa kecil itu pun dilakukannya bukan karena kesengajaan atau niat, tetapi lantaran hal itu merupakan ujian yang menghadang perjalannnya tanpa ada tekad p[ada dirinya untuk melakukannya. Kendati demikian setioap kali ia terlanjur melakukannya, ia pun mencela dirinya, menyesali perbuatannya, menjadi sedih karenannya, dan memperbaharui tekadnya untuk menjaga diri secara intens dari segala kotoran yang mungkin akan menjerumuskannya.
TINGKATAN KETIGA ADALAH TOBAT JIWA YANG SELALU MEMBUJUK yaitu pelaku tobat yang selalu bertobat dan terus beristiqamah selama beberapa waktu, namun setelah itu ia kembali dikuasai oleh hawa nafsunya pada sebahagian dosa-dosa sehingga ia mengerjakannya dengan keinginan dan kesadaran, lantaran ketidakmampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya. Hanya saja bersamaan dengan itu ia tetap tekun menjalankan berbagai kewajiban agama dan meninggalkan sejumlah dosa, meski dia memiliki kemampuan dan keinginan untuk ini. Ia hanya dikuasai oleh satu dua syahwat, sedfang pada sisi lain ia tetap menginginkan diberi kemampuan oleh Allah untuk menundukkan syahwatnya.
TINGKATAN KEEMPAT ADALAH TOBAT JIWA YANG BANYAK MEMERINTAH yaitu orang yang bertobat kemudian istiqamah selama beberapa waktu, tetapi kemudian ia kembali mengerjakan suatu dosa atau beberapa dosa tanpa pernah mengingatkan dirinya agar bertobat dan juga tanpa merasa menyesal terhadap perbuatannya. Bahkan, ia semakin hanyut dalam mengikuti hawa nafsunya. Ini jelas bahwa dia termasuk orang yang keranjingan melakukan perbuatan dosa. Sedangkan nafsunya itu adalah nafsu yang banyak menyuruh kepada kejahatan (al-nafs al-ammārah bi al-sū’), yang lari dari kebaikan. Pelaku tobat seperti ini dikhawatirkan akan mengalami nasib buruk saat akhir hayatnya (sū’ al-khātimah).
Jakarta-Matraman, Senen pagi, 26 Oktober 2020.
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12