RadarKotaNews, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI) menanggapi polemik RUU Omnibus Law yang beberapa hari ini akan disahkan.
Direktur LBH PB SEMMI Gurun Arisastra mengungkapkan bahwa dalam Omnibus Law ada beberapa rancangan aturan yang akan disahkan yakni Cipta Kerja, soal perpajakan, Ibu Kota Baru, dan Kefarmasian. Informasi yang kami dapat banyak, dan ada beberapa norma hukum dalam RUU Omnibus Law yang akan dibentuk justru merugikan, tidak sesuai dengan kehendak rakyat, jika tidak sesuai ya harus ditolak, karena itu, kita harus dukung upaya-upaya penolakan itu
“Pemerintah harus melihat Respon Rakyat sebagai bentuk perwujudan Aspirasi Rakyat yang harus diperhatikan,” kata Gurun, Rabu (7/10/2020)
Gurun menilai, dalam pembentukan Undang-Undang, tidak hanya menghadirkan unsur-unsur organ penting dalam rapat paripurna pembentukan Undang-Undang, namun pemerintah harus melihat unsur sosial diluar rapat yakni respon rakyat terhadap RUU yang dibahas dan disahkan, bagaimana respon rakyat secara nasional? karena respon rakyat merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, Pemerintah dilahirkan dari kedaulatan rakyat, maka harus melihat respon rakyat atau aspirasi rakyat. Jangan sampai Undang-Undang yang dilahirkan bertentangan dengan respon rakyat atau aspirasi rakyat, kan aneh, berbahaya kedepan untuk demokrasi.
Lebih lanjut, Gurun menyampaikan terkait respon rakyat melakukan aksi-aksi mogok dan penyampaian pendapat penolakan RUU Omnibus Law dibeberapa daerah harus dilindungi oleh Pemerintah, selain itu hak konstitusi rakyat, Perlindungan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab pemerintah.
Menurutnya, aksi-aksi mogok dan penyampaian pendapat dibeberapa daerah, Pemerintah harus menyadari bahwa itu hak rakyat yang dijamin oleh Konstitusi yang diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, Lalu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang menyatakan Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kemudian Pasal 25 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Aturan-aturan itu merupakan hak-hak asasi manusia yang harus dilindungi dan itu merupakan tanggung jawab pemerintah berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM menyatakan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelasnya.
Selanjutnya, Gurun menegaskan untuk melindungi hak-hak rakyat maka LBH SEMMI bersama PERISAI, ISMAHI, PERKASA, PP SUMSEL, DPP SBSI 1992 dan kawan-kawan advokat membentuk Posko Advokasi.
“Kami Lembaga Bantuan Hukum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH SEMMI) bersama Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI), Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (PERISAI), Forkom BEM/DEMA PTAI-Se Indonesia, Pergerakan Pemuda Sumatera Selatan (PP SUMSEL), Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI 1992) Federasi Serikat Pekerja Kebangsaan (PERKASA) membentuk Posko Advokasi dan menggalang 1000 Advokat sebagai peran serta kita dan kewajiban moral untuk memberikan perlindungan hukum.” ujar Gurun Arisastra.
“Kami juga sudah mengirim surat secara tertulis kepada Bapak Presiden dan Instansi terkait perihal perlindungan hukum yang melakukan aksi mogok dan penyampaian pendapat, ini mengingatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab memberikan perlindungan hukum.” tutup Gurun. (fy)
sumber: radarkotanews.com