SANTAPAN MALAM ROHANI
KAMIS, 27 AGUSTUS 2020
KALIMAT HIKMAH IBN ATHA’ILLAH
Ibn Atha’illah berkata dalam kalimat hikmahnya:
152- نوُرٌ مُسْتَوْدَعٌ فِيْ الْقُلُوْبِ مَدَدُهُ مِنَ النُّوْرِ الْوَارِدِ مِنْ خَزَائِنِ الغُيُوْبِ.
“Cahaya yang tersimpan di dalam kalbu bersumber dari cahaya yang datang dari perbendaharaan gaib.”
Para pencinta kalimat Hikmah Ibn Atha’illah…
Hati bagi setiap orang adalah sesuatu yang sangat fital. Baik dan buruk manusia tergantung dari hati. Kalau hatinya baik, maka seseorang itu akan menjadi baik. Kalau hatinya buruk, maka seseorang itu akan buruk. Demikianlah tuntunan Rasulullah, yang disampaikannya kepada kita. Ini berarti bahwa hati sangat menentukan bagi setiap orang.
Hati setiap manusia pada awalnya kosong dari sifat-sifat yang buruk dan sifat-sifat yang baik. Ini berarti bahwa hati pada awal bersifat netral, tidak condong kepada kebaikan dan tidak pula condong kepada keburukan. Kekosongan hati itulah yang disebut dengan fitrah (kesucian). Lalu seiring dengan perkembangan manusia, maka hati manusia pun berkembang secara bertahap. Perkembangan hati manusia menyebabkan lahirnya berbagai sifat yang ada di dalam hati. Ada sifat baik dan ada pula sifat buruk. Sifat baik itu melahirkan kebaikan-kebaikan dan sifat buruk itu melahirkan keburukan-keburukan.
Sifat-sifat buruk itu dapat menempati (mengisi) hati manusia, sebagaimana sifat-sifat baik juga dapat menempati hati manusia. Jika sifat-sifat buruk yang ada di dalam hati manusia mendominasi ruang di dalam hati, maka sifat-sifat yang baik akan tertekan, terjepit, dan bahkan bisa tersingkir dari dalam hati. Dalam konteks itu, maka seseorang pasti banyak melakukan keburukan-keburukan. Sebaliknya, jika sifat-sifat yang baik yang ada di dalam hati mendominasi ruang di dalam hati, maka sifat-sifat yang buruk akan tertekan, terjepit, dan bahkan bisa tersingkir dari dalam hati. Dalam saat seperti ini, maka seseorang pasti banyak melakukan kebaikan-kebaikan.
Suasana hati bisa gelap dan bisa terang. Hati menjadi gelap karena tertutup oleh keburukan-keburukan yang ada di dalam hati. Keburukan-keburukan yang ada di dalam hati menghalangi sinar-sinar atau nur yang datang kepadanya. Jika keburukan-keburukan itu sudah kekal di dalam hati, maka hati itu tidak akan pernah kedatangan (tertembus) cahaya. Hati bisa jadi terang, karena kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya. Kebaikan-kebaikan itu yang menyinari hati manusia. Oleh sebab itu, setiap manusia seharusnya melakukan tiga langkah penting agar hatinya ditempati oleh kebaikan-kebaikan, yaitu takhalliy, tahalliy, dan tajalliy.
Takhalliy adalah tindakan untuk mengosongkan hati dari sifat-sifat yang kotor (buruk). Kita harus mengeluarkan sifat-sifat buruk itu dari dalam hati. Tahhalliy adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengisi hati dengan sifat-sifat yang baik (kebaikan-kebaikan). Kita harus memasukkan sifat-sifat yang baik itu ke dalam hati untuk mengisi ruang yang sudah kosong yang tadinya ditempati oleh sifat-sifat buruk. Tajalliy adalah keadaan yang membuat hati menjadi terang, tampak dengan sifat-sifat yang baik itu. Pada saat itu pulalah hati mendapat cahaya dari Tuhan. Tidak ada lagi yang dapat menahan menghalangi masuknya cahaya ilahi ke dalam hati.
Dalam pandangan Ibn Atha’illah, bahwa “Cahaya yang tersimpan di dalam kalbu bersumber dari cahaya yang datang dari perbendaharaan gaib.” Cahaya yang masuk ke dalam hati adalah cahaya yang bersumber dari perbendaharaan ilahi.
Kalimat hikmah Ibn Atha’illah itu dijelaskan oleh Syekh Abdullah al-Syarqawi dengan menyatakan bahwa: “Cahaya yang tersimpan di dalam hati disebut nurul yaqin (cahaya keyakinan). Cahaya itu tersimpan di dalam hati orang-orang Arif. Cahayanya bertambah terang dengan sifat-sifat azali yang bersumber dari perbendaharaan gaib. Jika Allah menampakkan diri dengan sifat-sifat-Nya kepada mereka, cahaya yang masuk ke dalam hati mereka akan bertambah. Ini adalah bukti perhatian Allah kepada mereka.
Dalam penjelasannya selanjutnya, Syekh Abdullah al-Syarqawi mengutip sebuah pendapat yang terdapat di dalam kitab Latha’if al-Minan, yang menyatakan: “Ketahuilah bahwa Allah Swt., jika mengangkat seorang wali, Dia akan menjaga hatinya dari segala kebendaan dan menjaganya dengan cahaya-cahaya yang terus meneranginya.”
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12