SANTAPAN ROHANI MALAM,
JUMAT, 21 AGUSTUS 2020
KALIMAT HIKMAH IBN ATHA’ILLAH
Tema Kalimat hikmahnya pada hari ini adalah: “Hati orang yang zahid dan Arif gelisah kalau pujian berasal dari manusia, tetapi mereka senang kalau pujian itu berasal dari Allah.”
146- الزُهَّادُ إِذَا مُدِحُوْا انْقَبَضُوْا لِشُهُوْدِهِمْ الثَّنَاءَ مِنَ الْخَلْقِ. وَالْعَارِفُوْنَ إِذَا مُدِحُوْا انْبَسَطُوْا لِشُهُوْدِهِمْ ذَلِكَ مِنَ الْمَلِكِ الْحَقِّ.
“Ketika kaum Zuhud mendapat pujian, hati mereka resah karena melihat pujian itu berasal dari makhluk. Ketika kaum arif mendapat pujian, hati mereka senang karena mereka melihat pujian itu berasal dari Allah yang Mahahaq.”
Para pencinta kalimat Hikmah Ibn Atha’illah…
Zuhud dalam pengertian umum adalah pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lain yang lebih baik daripadanya. Ibn Taimiyah menyatakan bahwa Zuhud adalah menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat, entah karena tidak ada manfaatnya atau karena keadaannya yang tidak diutamakan, karena dapat menghilangkan sesuatu yang lebih bermanfaat atau dapat mengancam manfaatnya, entah manfaat yang sudah pasti maupun manfaat yang diprediksi.
Zuhud bukan meninggalkan dunia. Bagaimana kita mau meninggalkan dunia, sedang kita sedang berada di dunia ini? Zuhud di dunia ini, kata Ibn Taimiyah, adalah kebodohan. Yunasril Ali, profesor tasawuf UIN Jakarta, menyatakan: “Zuhud bukanlah berarti membenci dunia, tetapi tidak terpengaruh oleh dengan harta dunia. Zuhud tidak menghalangi mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Zuhud tidak menyuruh berpangku tangan. Tetapi zuhud memerintahkan agar seorang mukmin tidak terpengaruh harta yang dikumpulkan itu.
Zahid (زاهد) yang bentuk jamaknya adalah zuhhad (زهاد) yang berarti “orang-orang yang zuhud” adalah orang-orang yang tidak terpengaruh oleh kemewahan dunia, seperti harta, kekayaan, jabatan, dan kedudukan.
Istilah arif, dalam kajian tasawuf adalah seseorang yang mengenal Allah dengan sesungguhnya yang menyebabkan dia sangat mencintai-Nya dengan sepenuh hati. Kata arif diambil dari kata “ma’rifat,” yaitu mengenal Allah dengan sesungguhnya lalu dia mencintai-Nya dengan cinta yang sangat dalam. Ma’rifat adalah langkah awal untuk mencintai Allah. Tanpa ma’rifat tentang Allah, maka seseorang tidak dapat mencintai Allah. Ma’rifat seseorang arif adalah mengenal segala seluk beluk, karakteristik, dan segala hal yang berhubungan dengan Allah. Zuhud, ma’rifat, dan ittihad adalah rangkaian tangga untuk mencintai Allah. Zuhud adalah awal bagi proses untuk makrifat Allah. Ma’rifat adalah media untuk mencintai Allah. Ittihad adalah keadaan di mana cinta hamba menyatu dengan cinta Allah.
Ibn Atha’illah mengambarkan pujian yang diberikan kepada kaum zahid dan kaum arif. Beliau berkata: “Ketika kaum Zuhud mendapat pujian, hati mereka resah karena melihat pujian itu berasal dari makhluk. Ketika kaum arif mendapat pujian, hati mereka senang karena mereka melihat pujian itu berasal dari Allah yang Mahahaqq.” Apa yang dikatakan oleh Ibn Atha’illah dijelaskan oleh Syekh Abdullah al-Syarqawi dengan mengatakan: “Orang-orang zahid dan Arif menjadi resah ketika mendapat pujian dari manusia karena khawatir tertipu oleh pujian itu sehingga kedudukan mereka di sisi Allah akan hilang. Mereka senang kalau pujian-pujian itu datang dari Allah.
Mereka selalu hadis bersama Tuhannya dan tidak menyaksikan kecuali zat-Nya. Kalau pujian-pujian itu berasal dari Allah, hati mereka menjadi senang, karena pujian-ujian itu tidak akan melahirkan ujub di dalam diri mereka dan mereka tidak akan tertipu. Sedangkan, jika pujian-pujian itu datang dari manusia, mereka akan gelisah karena takut akan melahirkan sikap ujub dalam diri mereka dan mereka menjadi tertipu.
Oleh sebab itu, jika engkau mendapat pujian dari manusia, maka berhati-hatilah. Karena pujian mereka dapat menimbulkan ujub dan sombong. Jika engkau ujub dan sombong, maka engkau sudah memiliki sifat yang tidak layak disandangkan kepadamu. Ujub dan sombong hanyalah milik Allah, dan sifat-sifat Allah Yang Mahahaq, bukan milikmu dan sifatmu. Hatimu menjadi senang ketika mendapat pujian-pujian dari Allah, karena pujian-pujian itu adalah pujian yang sesugguhnya yang tidak melahirkan ujub dan sombong di dalam dirimu karena datang dari Yang Maha Agung, Yang Maha Besar, dan Yang Mahahaq.
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12
Follow Berita Syarikat Islam di Google News