SANTAPAN ROHANI MALAM,
JUMAT, 7 AGUSTUS 2020
Tema Kalimat hikmah Ibn Atha’illah al-Iskandary pada hari ini adalah:
“Dua Macam Tirai (Perlindungan) Allah.”
133 – السَّتْرُ عَلَى قِسْمَيْنِ: سَتْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَّةِ وَسَتْرٌ فِيْهَا. فَالْعَامَّةُ يَطْلُبُوْنَ مِنَ اللهِ السَّتْرَ فِيْهَا خَشْيَةُ سُقُوْطِ مَرْتَبَتِهِمْ عِنْدَ الْخَلْقِ. وَالْخَاصَّةُ يَطْلُبُوْنَ مِنَ اللهِ السَّتْرَ عَنْهَا خَشْيَةَ سُقُوْطِهِمْ مِنْ نَظْرِ الْمَلِكِ الْحَقِّ.
“Tutup (perlindungan) Allah ada dua macam. Tutup pertama menghalangi perbuatan maksiat dan tutup kedua ketika melakukan maksiat. Manusia pada umumnya menginginkan supaya ditutupi dalam melakukan maksiat karena khawatir derajat mereka jatuh di mata makhluk. Adapun kalangan khusus menginginkan supaya ditutup dari perbuatan maksiat karena khawatir kedudukan mereka jatuh dalam pandangan Allah.”
Para pencinta kalimat Hikmah Ibn Atha’illah…
Manusia dapat melakukan perbuatan baik dan dapat melakukan perbuatan buruk. Perbuatan baik dapat dilakukan oleh manusia karena dorongan potensi baik (potensi taqwāhā = تقواها) yang ada di dalam nafsunya. Perbuatan buruk dapat dilakukan oleh manusia karena dorongan dari potensi buruk (potensi furūrahā = فجورها) yang ada di dalam dirinya. Setiap manusia tidak dapat menghindar (mengelak) dari dua potensi itu dan dari sini pula setiap manusia tidak dapat mengelak dari perbuatan baik dan perbuatan buruk. Perbuatan baik bagi manusia dipandangannya sebagai kehebatannya dan ini bisa membuat dia sombong di hadapan makhluk. Perbuatan yang buruk dipandang sebagai sebuah kekurangannya, dan ini membuat dia malu dalam pandangan makhluk.
Dalam pandangan Ibn Atha’illah bahwa Tuhan memiliki dua macam tutup (tirai), yaitu tutup (tirai) pertama dan tutup (tirai) kedua. Tutup (tirai) pertama adalah tutup yang menghalangi perbuatan maksiat dan tutup kedua adalah tutup ketika melakukan maksiat. Dua tutup digunakan oleh manusia.
Manusia pada umumnya menginginkan supaya tutup pertama digunakan untuk menutupi manusia ketika melakukan maksiat, perbuatan buruk, dan perbuatan dosa. Karena kalau perbuatan buruk yang mereka lakukan tidak ditutup, mereka khawatir derajat mereka jatuh di mata makhluk karena perbuatan buruknya itu diketahui oleh manusia lain. Itulah sebabnya, maka manusia ingin menutup keburukan, kejahatan, dan kesalahan yang dilakukannya.
Menurut Syekh Abdullan al-Syarqawi, manusia yang memiliki pandangan seperti ini adalah manusia yang awam. Mereka ini tidak memiliki hakikat keimanan dan mereka selalu didominasi oleh pandangan mereka terhadap makhluk. Mereka ini selalu berharap dari makhluk berbagai manfaat dan keselamatan dari bahaya. Dengan pandangannya seperti ini mereka bersikap riya’ dan sum’ah kalau mereka melakukan kebaikan dan berpura-pura melakukan kebaikan agar dia mendapat pujian dari makhluk (manusia). Mereka selalu tamak terhadap pujian manusia dan sombong dengan kebaikan yang dilakukannya. Dengan pandangan itu juga manusia menjadi tidak suka, tidak senang jika manuisia lain mengetahui hal-hal yang buruk yang ada pada diri mereka, karena dapat menjatuhkan kedudukan mereka.
Dalam kaitan itulah, manusia cenderung meminta agar Allah menutupi aib mereka saat mereka melakukan maksiat. Hal ini disebabkan karena mereka takut martabatnya jatuh di mata makhluk-Nya. Jika makhluk mengetahui kondisinya, tentu dia tidak akan mendapatkan apa yang mereka harapkan. Mereka inilah orang-orang yang bersandar kepada selain Allah. Untuk memperkuat uraiannya itu Sykeh Abdullah al-Syarqawi mengambil firman Allah di dalam QS. al-Nisa [4]: 108:
يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمۡ إِذۡ يُبَيِّتُونَ مَا وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطًا ١٠٨
108. mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
Tutup yang kedua digunakan oleh orang-orang khusus. Orang-orang khusus ini menginginkan supaya ditutup dari perbuatan maksiat karena khawatir kedudukan mereka jatuh dalam pandangan Allah.” Mereka yang berpandangan demikian adalah mereka yang mendapatkan dan memiliki hakikat keimaman. Mereka ini tidak pernah berharap kepada makhluk, tidak mengharap pujiannya dan tidak pula mengharap celaannya. Mereka juga tidak berharap manfaat dari makhluk atau takut terhadap bahaya mereka. Mereka tidak bersandar kepada makhluk, tetapi hanya bersandar kepada Allah.
Selanjutnya Sykeh Abdullah al-Syarqawi menyatakan bahwa orang-orang khusus ini meminta agar Allah menutupi aib mereka dari pandangan manusia dan menjaga bisikan hati mereka untuk tidak melakukan maksiat. Pandangan ini disebabkan karena mereka takut kedudukannya jatuh di mata Allah akibat pelanggaran dan perbuatan mereka yang menimbulkan murka-Nya.
Sykeh Abdullah al-Syarqawi menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang menonjol di antara kedua kelompok ini, kelompok awam dan kelompok khusus ini. Kelompok awam meminta agar Allah menutup aibnya karena ingin melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk menutupi aib orang-orang yang diuji dengan maksiat. Pada diri mereka tidak ada rasa penghinaan terhadap maksiat dan tidak pula rasa cinta kepadanya. Sedangkan kelompok khusus sesekali meminta agar Allah menutupi maksiat yang mereka lakukan, tidak membongkarnya di tengah makhluk, tidak pula di hadapan Allah karena mereka malu telah jatuh ke jurang maksiat dan juga karena manusia sering berburuk sangka kepada orang-orang yang dekat dengan Allah jika mereka mengetahui keburukanny
sumber: facebook.com/ahmad.thibraya.12