Oleh : Mansyur ‘Sammy’
PANGGUNG sejarah Indonesia pada dekade pertama abad ke-20 diwarnai dengan pertumbuhan dan perkembangan nasionalisme Indonesia. Tidak terkecuali di Kalimantan Selatan yang kala itu merupakan bagian dari Hindia Belanda.
KESADARAN itu muncul sebagai dampak terbukanya akses pendidikan. Hal ini membuka keran bagi pemuda, pelajar dan mahasiswa lebih mengenal dunia luar dan menyerap semangat kebangsaan.
Tidak dapat dipungkiri Tanah Jawa merupakan kiblat pergerakan kebangsaan Indonesia. Hal dicirikan berdiri partai-partai politik dan bawahannya (onderbouw). Sejak awal pergerakan muncul organisasi Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang dipelopori oleh pemuda pelajar Stovia.
Sekolah dokter ini telah menghimpun pelajar dari berbagai etnis yang menghasilkan pembauran dan pertemuan ide-ide. Tidak mengherankan jika dari sekolah inilah muncul pemikiran rasional tentang perlunya adanya perubahan tatanan bagi kaumnya.

Pada mulanya nasionalisme yang tumbuh adalah nasionalisme kedaerahan sebagaimana ditunjukkan oleh Boedi Oetomo. Akan tetapi, meski berlingkup Jawa dan Madura, Boedi Oetomo dapat dipandang sebagai pelopor. Pasalnya, organisasi yang tumbuh berikutnya adalah bentuk dan penyempurnaan dari apa yang telah dirintis Boedi Oetomo.
Masuknya pengaruh pergerakan rakyat yang tumbuh di Jawa ke Kalimantan Selatan, tidak hanya bersifat fisik. Berupa masuk dan tumbuhnya cabang organisasi pergerakan yang ada di Jawa ke daerah ini.
Selain itu, dalam bentuk gagasan atau keinginan yang timbul untuk memajukan daerah karena mendengar kemajuan-kemajuan yang telah dicapai di tanah Jawa.
Ditunjang lancarnya hubungan kapal laut antara Banjarmasin dengan kota-kota di pantai utara Pulau Jawa, berdampak kepada gencarnya hubungan komunikasi dan informasi antara penduduk Kalimantan Selatan dengan Jawa. Termasuk dalam hal ini adalah masuknya informasi tentang aktivitas pergerakan di Jawa. Hal ini mendorong keinginan yang sama agar pergerakan rakyat juga tumbuh di Kalimantan Selatan.
Sampai tahun 1942 di Kalimantan Selatan terdapat banyak organisasi pergerakan dengan karakteristik beragam. Dalam bentuk perkumpulan, partai, maupun sekolah pergerakan. Jika dilihat dari ruang lingkup atau daerah perjuangannya, ada organisasi yang bergerak dalam lingkup lokal, regional maupun lingkup nasional.

Sementara jika dilihat dari tujuan yang akan dicapai dan dasar-dasar dari organisasi pergerakannya, maka dapat dikelompokkan ke dalam kelompok besar, yakni organisasi yang bergerak di bidang sosial, dan organisasi pergerakan yang bergerak di bidang politik.
Berbagai karakter, lingkup perjuangan, maupun tujuan organisasi yang ada di Kalimantan Selatan berkaitan erat dengan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan politik di Hindia Belanda.
Semula pemerintah melarang perkumpulan dan rapat-rapat politik, namun kemudian mengeluarkan peraturan yang membolehkannya yakni dengan Staatsblad 1915 No. 215 R.R.111 dan Staatsblad 1919 No. 27 jo 561. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Hindia Belanda melanggar peraturan yang dibuatnya, sebagaimana terlihat dari sikapnya yang sangat menekan dan menindas pergerakan di Indonesia.
Demikian, pada awal-awal pergerakan di Kalimantan Selatan pada umumnya organisasi bergerak di bidang sosial, kultural, berskala kedaerahan dan tradisional.
Baru kemudian, secara lambat laun mengarah kepada politik dan hal ini bukan sekedar adanya aturan yang membolehkannya, melainkan juga didukung kecenderungan nasionalisme Indonesia yang semakin kuat.
Dari berbagai organisasi pergerakan yang pernah ada di Kalimantan Selatan, terdapat organisasi yang berskala besar, tersebar luas dan mempunyai basis pendukung di berbagai pelosok daerah.
Sebaliknya, terdapat pula organisasi yang berskala kecil atau bahkan baru berdiri kemudian bubar, sehingga tidak begitu diketahui siapa pengurus dan aktivitasnya.
Organisasi-organisasi itu, baik yang berskala besar maupun kecil, bergerak di bidang politik atau sosial, berlingkup lokal atau nasional, dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian.
Pertama, organisasi yang sejak awal tumbuh atau berasal dari daerah Kalimantan Selatan sendiri sebagai hasil inisiatif atau murni swadaya para tokoh pergerakan, meski boleh jadi inspirasi pembentukannya berasal dari daerah lain.

Organisasi itu antara lain Seri Budiman, Persatuan Pemuda Marabahan, Sarekat Kalimantan, Barisan Indonesia (BINDO), Partai Ekonomi Kalimantan (PEK), dan bahkan di antaranya berkembang sampai ke luar daerah sebagai organisasi yang berlingkup nasional, yakni Musyawaratutthalibin.
Kedua, organisasi yang berasal dari Pulau Jawa, yakni sebagai cabang dari induknya yang berpusat di Pulau Jawa se-hingga berlingkup nasional seperti Sarekat Islam, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PNI, dan Parindra.
Satu gejala seperti yang nampak di Pulau Jawa dengan jong-jongnya maka di Kalimantan Selatan timbul pula perhimpunan-perhimpunan pemuda yang bersifat lokal diantaranya Jong Islamieten Bond (JIB) di Banjarmasin yang disponsori oleh Anwary Dilmy dan Burhanuddin, Persatuan Pemuda Marabahan, Persatuan Putera Barabai dengan pendirinya H. Hasan Basri, Persatuan Sopir Barabai hingga Persatuan Putera Borneo.(jejakrekam)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel
Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan
Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM
sumber: jejakrekam.com