Ketua Umum/Pimpinan Pusat Syarikat Islam (Dr. Hamdan Zoelva, SH, MH), Menghadiri Ujian Terbuka Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta.
Rabu, 4 Maret 2020, pukul 09.00 WIB, bertempat di Kampus 2 Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta, Jl. Raya Jatiwaringin No. 12 Jakarta, Advokat Soyono Sanjaya (Promovendus) mengikuti Sidang Ujian Promosi Doktor Ilmu Hukum konsentrasi studi Hukum Bisnis dengan judul disertasi: “PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN TERHADAP TANAH BERSAMA DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM”.
Bertindak sebagai Tim Promotor dan Penguji, antara lain: Dr. Masduki Ahmad, SH, MM (Ketua); Prof. Dr. Jeane Neltje Sally, SH, MH (Promotor); Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein, SH, MH (Co Promotor); Prof. Dr. Martin Roestany, SH, MH; Prof. Dr. Erna Widjajanti, SH, MH; Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH (Ketua Bidang Pendidikan Tinggi DPP Syarikat Islam); Dr. Hamdan Zoelva, SH, MH (Ketua Umum Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam/mantan Ketua Mahkamah Konstitusi); Dr. Efridani Lubis, SH, MH; Dr. Abdul Haris Semendawai, SH, LLM.
Adapun persoalan pokok yang menjadi perhatian dan renungan Promovendus dalam kajian disertasinya dengan mendasarkan pada tiga permasalahan pokok yang perlu dijawab dan diteliti yaitu:
- Bagaimana perlindungan hukum pemegang sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun terhadap Tanah Bersama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun?
- Bagaimanakah Penerapan terhadap Pemegang Hak Guna Bangunan setelah berakhir haknya yang diatasnya berdiri Satuan Rumah Susun Atas Tanah Bersama?
- Apahambatan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Terhadap Tanah Bersama?
Dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Promovendus mengkaji dan menganalisis fakta-fakta hukum yang terjadi dalam praktek yang terjadi dalam masyarakat.
Dari permasalahan pokok yang diteliti tersebut menghasilkan hasil penelitian, antar lain meliputi:
- Perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas Tanah Bersama yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun hanya sebatas pada saat jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut belum berakhir, namun pada saat Hak Guna Bangunan tersebut berakhir jangka waktunya menimbulkan ketidakpastian hukum, dikarenakan SHGB terdaftar semula menggunakan nama Developer kemudian dilakukan jual beli rumah susun kepada para konsumen, namun SHGB tersebut masih tetap menggunakan nama Developer hingga masa SHGB tersebut akan berakhir. Temuan pertama dalam disertasi ini adalah bahwa Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang semula atas nama Developer harus beralih demi hukum kepada Pemilik satuan rumah susun yang diwakili oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPRS) karena dengan dilakukannya proses jual beli atas satuan rumah susun, setiap pemilik atas satuan rumah susun memiliki hak atas tanah bersama sesuai nilai perbandingan proporsionalnya (NPP).
- Bahwa Implementasi terhadap Pemegang Hak Guna Bangunan setelah berakhir haknya yang diatasnya berdiri Satuan Rumah Susun Atas Tanah Bersama, yang terjadi selama ini adalah terbitnya beberapa Keputusan Pejabat berwenang yang berbeda-beda dalam memberikan Keputusan, yakni dengan subjek yang sama yaitu mengenai mengenai permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan, namun para Pejabat berwenang dengan Wilayah Hukum berbeda memberikan Keputusan yang berbeda, hal inilah kemudian menjadi rangkaian panjang perjalanan Gugatan para pemilik satuan rumah susun terhadap Developer, dan dapat disimpulkan hal ini terjadi kerena tidak adanya suatu regulasi yang mengatur secara tegas dan spesifik baik didalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun maupun Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, dan begitupun dengan peraturan lainnya yang berkaitan dengan proses peralihan hak atas tanah, mengenai peralihan hak atas tanah bersama ini belum ada peraturan yang pasti, sehingga didalam disertasi ini ditemukan bahwa Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun perlu segera untuk diperbaharui dengan mengakomodir perihal proses peralihan hak atas tanah bersama yang demi hukum harus beralih kepada para pemilik satuan rumah susun yang diwakilioleh PPPRS, sehingga tidak ada lagi keputusan Pejabat yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Dengan demikian kepastian hukum yang kehendaki oleh para pemilik rumah susun jelas dan pasti diakomodir oleh Peraturan Pemerintah.
- Bahwa hambatan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Terhadap Tanah Bersama adalah: Tidak adanya regulasi yang pasti menjadi faktor hambatan yang paling utama dalam rangka melindungi hak-hak para pemilik rumah susun. Kurangnya informasi kepada pihak ketiga dalam hal ini para pemilik rumah susun mengenai ketentuan-ketentuan hukum tentang status tanah Hak Guna Bangunan.
Dari Kesimpulan tersebut diatas, Promovensus memberikan saran:
- Segera melakukan perubahan Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, dengan mencantumkan ketentuan mengenai Peralihan tanah bersama dari Developer kepada PPPRS beralih demi hukum, sebagaimana yang dilakukan oleh Negara Malaysia bahwa tanah bersama yang semula atas nama Developer beralih secara otomatis kepada Management Corporation.
- Bahwa untuk menghindari adanya proses perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang selama ini dianggap selalu menjadi hambatan. Maka sebaiknya status HGB atas tanah Rumah Susun ditingkatkan menjadi HM (HakMilik), sehingga tidak diperlukan lagi perpanjangan HGB. Dengan ketentuan sebagai berikut:
- Menambah addendum ketentuanpasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-badan Hukum, dengan memasukan PPPRS (persatuan pemilik dan penghuni rumah susun) sebagai badan hukum yang dapat memperoleh Hak Milik (HM).
- Anggota PPPRS tersebut baik perorangan maupun badan hukum adalah orang atau badan hukum yang boleh memiliki Hak Milik atas tanah (bukan orang asing dan badan hukum yang dikecualikan oleh Peraturan tersebut di atas.)
- Segera untuk dilakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, mengingat sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, terhadap Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 belum juga dilakukan perubahan, didalam perubahan tersebut mencantumkan proses dan mekanisme Peralihan tanah bersama, agar kepastian hukum terhadap para pemilik satuan rumah susun atas tanah bersama mendapat kepastian hukum. Sebab jika hanya dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA), hal ini dikhawatirkan akan terjadi peraturan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah.