
Oleh Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)
MUNGKIN disebabkan faktor pembawaan jiwanya, rakyat Sumatera Selatan pada umumnya terkenal sebagai rakyat penggemar berkumpul dan berorganisasi. Bukan saja bermula semenjak adanya penemuan antara kebudayaan asing dengan kebudayaan sendiri, tetapi malah sebelum pengaruh asing masuk kesini, kegemaran berkumpul itu telah mendarah-daging didaerah ini.
Lihatlah saja misalnya perkembangan jiwa bergotong-royong yang sampai sekarang ini masih menjadi sendi kehidupan penduduk didesa-desa, pertumbuhan balai desa yang untuk pertama kalinya hanya dipergunakan sebagai tempat bertemu guna merundingkan hal penting yang menjadi kepentingan bersama, yang kemudian pada akhirnya menjadi pokok-pangkal pikiran menyusun pemerintahan secara bermusyawarah.
Namun begitu rakyat Sumatera Selatan masih belum memasuki suatu kehidupan berorganisasi yang teratur sebagai halya dizaman modern ini. Meskipun pada waktu itu sudah ada tradisi pemilihan ketua yang dianggap sebagai Kepala, tempat mereka menyatakan hasrat dan keinginan.
Kebangkitan rakyat Indonesia 20 Mei ditahun 1908, dengan dimulainya sejarah pergerakan bangsa Indonesia secara teratur dan modern, menentang pengaruh penjajahan, baik dilapangan politik, maupun ekonomi dan sosial, menimbulkan pula perubahan jiwa didaerah ini.
Bakat organisasi yang tadinya merupakan suatu pembawaan jiwa asli, kini berpadu erat dengan kecerdasan pikiran yang disalurkan melalui organisasi yang disusun secara modern dan agak sempurna, yang kemudian digunakan sebagai alat perjuangan menentang pengaruh dan pemerimahan bangsa asing.
Meskipun pada tahun 1908 di Jawa telah berdiri Budi Utomo dengan resmi dan berita gerakan tersebut banyak juga diikuti disini, akan tetapi rupanya kurang dapat menarik perhatian rakyat banyak yang pada umumnya fanatik terhadap ajaran Agama Islam.
Baru setelah berdirinya Serikat Dagang Islam di tahun 1911, yang dipimpin langsung oleh H.O.S. Tjokroaminoto, yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Sarekat Islam dalam tahun 1912, yang menggunakan ajaran Islam sebagai faktor mana dalam mencapai maksud dan tujuannya, rakyat didaerah ini lebih banyak tertarik memasuki gelanggang Pergerakan dan berorganisasi yang teratur itu.
Dalam waktu antara tahun 1912 1916, oleh beberapa penganjur Sarekat Islam itu, dibawalah cita-cita dan organisasi Sarekat Islam tersebut kedaerah ini dan secara spontaan mendapat sambutan hebat dari hampir seluruh Sumsel.
Dalam waktu yang singkat saja, Sarekat Islam dapat menjalar sampai merata meliputi hampir seluruh daerah. Tanyakanlah kepada setiap Orang tua kita yang masih hidup didesa-desa itu, tentu akan mendengar jawaban bahwa ia juga dulu menjadi salah seorang anggota Sarekat Islam.
Amat jarang sekali yang mengatakan tidak. Tanyakanlah misalnya apa yang menjadi tujuan Sarekat Islam itu, juga akan dijawabnya bermaksud mengusir pemerintahan Kafir Belanda.
Dengan begitu dapatlah diambil kesimpulan betapa benar meluasnya gerakan organisasi Sarekat Islam tersebut, padahal sebenarnya tidak begitu mudah bagi partai ini untuk menerima seseorang menjadi anggota, kecuali setelah betul-betul keyakinan dan kepercayaannya terhadap Islam dan organisasi, diuji.
Tidak hanya sampai kesitu saja, tetapi juga setiap calon anggota harus disumpah dulu dihadapan nama Tuhan.
Namun masuknya Sarekat Islam ke Palembang ada beberapa sumber seperti pada tahun 1913 Tokoh Sarekat Islam Oemar Said Tjokroaminoto memperkenalkan Sarekat Islam kepada Al-Insan dan Tjahja Boediman yang ada di Kota Palembang.
Al-insan merupakan sebuah organisasi kelompok Arab yang dibentuk pada tahun 1907 yang khusus bergerak dalam bidang tolong menolong dan dalam bidang pendidikan.
Sekolah yang didirikan organisasi ini berada di perkampungan Arab 10 Ilir kota Palembang dan berfungsi juga sebgai kantor koperasi simpan-pinjam.
Tjahaja Boediman sendiri adalah organisasi sosial yang didirikan oleh sekelompok pedagang bumiputra pada tahun 1912 yang memiliki beberapa kesamaan tujuan dengan organisasi Al-Insan.
Tjahaja Boediman juga sebagai penerbit surat kabar Warta Palembang serta bergerak dalam bidang pendidikan agama Islam dan memberikan bea siswa bagi anank-anak berprestasi dari kelompoknya (Mustika, 2003:126).
Perlawanan terhadap pemerintahan Hindia-Belanda di Palembang sebenarnya sudah ada daerah Sumatera Selatan khususnya di daerah Palembang, “perlawanan terhadap penyusupan modal Belanda ke daerah pedalaman telah dicetuskan dengan sikap dan gerakan yang nyata” (Rivai :2012:97).
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tersebut, dilatarbelakangi karena adanya perasaan tidak senang dan tidak puas terhadap peraturan pemerintah Kolonial Belanda, selain itu adanya pungutan pajak serta pelanggaran hak-hak adat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Alimansyur berikut ini: Perlawanan-perlawanan yang merupakan manifestasi protes terhadap kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda, cukup menggoncangkan masyarakat setempat dan merepotkan pemerintah Kolonial Belanda.
Daerah onderafdeeling Rawas dan sekitarnya merupakan bekas basis pertahanan Sultan Mahmud Badarudin II ketika awal mengadakan perlawanan terhadap Belanda/Inggris pada awal abad ke-19 (Alimansyur, 1983:83). Dalam waktu yang relatif singkat Sarekat Islam berhasil tampil sebagai gerakan sosial-pilitik yang sangat dinamis.
“Organisasi ini berhasil merekrut pengikut 7 dari berbagai kalangan, bahkan sampai pelosok daerah pedalaman yang ada di Palembang, dan mengakibatkan semakin banyaknya pergerakan serta perlawanan terhadap pemerintahan Belanda di Palembang” (Mestika, 2003:126). Pengaruh Sarekat Islam masuk ke kota Palembang memberikan pengaruh yang besar terhadap semangat perlawanan terhadap segala macam bentuk penindasan dan perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Palembang.
Sumber lain mengatakan, Sarekat Islam masuk di Palembang dibawa oleh tokoh-tokoh dari Jawa melalui Lampung.
Sarekat Islam dapat berkembang secara cepat karena para tokohnya merasa mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan ke seluruh penjuru tanah air.
Mereka tidak mengenal lelah, dan tanpa mengharapkan balas jasa, menjalankan tugas ini lillahi ta’ala, karena Allah.
Mengikuti aturan-aturan yang telah digariskan Sarekat Islam, maka setiap tempat atau daerah apabila anggotanya sudah dianggap cukup boleh mendirikan suatu cabang dan memilih pengurusnya masing-masing. Pada setiap cabang dibagi dalam beberapa ranting dan di setiap ranting dibagi lagi menjadi beberapa anak ranting atau kelompok.
Dan sejalan dengan keputusan Kongres Pertama Sarekat Islam, Cabang Sarekat Islam Jawa Barat dan daerah di Sumatra dan pula-pulau kecil di sekitarnya menjadi satu departemen dan departemen ini dinamakan Departemen Sarekat Islam Jawa Barat, dibawah pimpinan Pengurus Besar Jawa Barat.
Ada sementara pendapat mengatakan, bahwa Sarekat Islam masuk Palembang melalui Lampung pada tahun 1911 dibawa oleh RM. Tirtohadisuryo dan R. Gunawan. Kalau ini benar, berarti Sarekat Islam yang masuk ke Palembang berasal dari Sarekat Dagang Islam Bogor.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa atas jasa dan usaha mereka inilah Sarekat Islam berdiri di Palembang.
Rapat pembentukan Sarekat Islam di Palembang yang pertama sekali berlangsung di Gedung Wayang Abdul Somat Yusuf Co Taman Sumatra Indra Bangsawan of Palembang yang lebih dikenal dengan nama Gedung Seng, yang sekarang disebut gedung bioskop REX terletak di daerah Sungai Tawar Palembang.
Tokoh tokoh Serikat Islam Palembang pada waktu itu antara lain adalah Raden Nangling dan M. Wahyu, seorang pokrol.
Raden Ngangling menjabat sebagai ketua atau Presiden Serikat Islam Lokal untuk Kresidenan Palembang.
Berdirinya Sarekat Islam di daerah ini adalah karena adanya perubahan sikap politik dari pemerintahan Hindia Belanda terhadap daerah jajahan. Pemerintah Hindia Belanda tidak lagi bersikap curiga dan tidak menghalangi perkembangan Islam.
Begitu juga rakyat, setelah terhapusnya kekuasaan Kesultanan Palembang, sikap perjuangan rakyat yang keras mulai meluntur.
Jelasnya sikap rakyat mengalami perubahan, mereka tidak lagi melakukan perlawanan dengan kekerasan atau mengangkat senjata. Namun demikian api perlawanan belumlah padam, dalam hati rakyat masih terpendam kebencian, mereka masih ingin mengusir penjajah Belanda yang dianggapnya kafir.
Karena itu ruang gerak dan fasilitas yang ditawarkan Sarekat Islam yang mengacu pada adat masyarakat dan berdasar agama Islam telah membangkitkan semangat dan harapan untuk dapat mengembalikan kejayaan Islam seperti pada masa pemerintahan Sultan Badaruddin II.
Sedang pada sisi lain, mengapa Sarekat Islam dengan mudah dapat diterima masyarakat di Palembang? Jawabnya adalah karena, pertama masyarakat Palembang adalah pemeluk agama Islam dan pemah berjaya dalam Kesultanan Palembang, sedang yang kedua karena sejak Belanda berkuasa keadaan umat Islam menjadi mundur di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali daerah Palembang.
Walaupun sebenarnya kemunduran Islam ini antara lain disebabkan oleh timbulnya perselisihan sesama umat Islam sendiri.
Sarekat Islam dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat Palembang karena umat Islam di sini sudahjenuh dengna adanya pertengkaran paham.
Pada umumnya mereka berbeda pendapat dalam masalah khilafiah dan kurafah (tahyul). Pada saat itu sebagian besar masyarakat masih percaya pada kurafah.
Namun dalam perkembangannya banyak orang-orang Palembang mengubah gaya hidup masyarakat terutama kalangan atas. Kemudian kehidupan yang pergi ke Mekah untuk ibadah haji dan bahkan ada yang menetap di Mekah, terutama untuk memperdalam ilmu agama.
Sehingga setelah kembali ke tanah air, mereka bukan saja sebagai haji, tetapi mampu menjadi seorang mubalig yang dapat menyiarkan ajaran Islam, sehingga para pengikutnya dapat memahami dengan baik tentang ajaran Islam.
Pemahaman inilah kemudian yang membuat timbulnya pertentangan di dalam kalangan umat Islam sendiri.
Lahirnya pertentangan itu, karena umat Islam yang telah mendapat pengetahuan luas tentang Islam berusaha untuk meluruskan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yaitu kembali kepada ajaran Nabi Muhammad yang bersumber pada AlQur’an dan Al Hadist.
Bahkan, untuk memurnikan ajaran Islam itu, kaum muda aktif berperan dalam memberantas taqliq bid’ah dan khurafat.
Di pihak lain, yang disebut kaum tua, yaitu golongan masyarakat Islam yang tradisional yang masih terikat pada ajaran leluhurnya, dalam menjalankan Islam masih berpegang pada adat kebiasaan lamanya.
Artinya kaum tua masih tetap bergelut dalam bidah dan khurafat. Pertentangan antara kaum tua dan kaum muda terjebak dalam perdebatan yang seru dan tidak berkesudahan.
Mereka saling mengkafirkan, kaum tua menuduh kafir kaum muda dan sebaliknya kaum muda menganggap kafir kaum tua.
Pertengkaran paham ini tiada berkesudahan, sehingga nasib umat Islam semakin tenggelam dan tidak mendapat perhatian dari umat Islam sendiri, terutama para tokoh atau para pemimpinnya.
Karenanya tidak mengherankan umat Islam Indonesia, daerah Palembang khususnya menjadi kuda tunggangan yang baik bagi penjajah Belanda. Pertentangan paham itu telah dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memperkuat kedudukannya.
Belanda menjadi penonton yang baik, dan membiarkan umat Islam itu cakar-mencakar. Bahkan kalau penting mereka berusaha untuk terus menjadi penonton dengan menghembus-hembuskan benih perpecahan di kalangan umat Islam.
Dengan harapan mereka akan meraih keuntungan di atas reruntuhan umat Islam. Kesemua itu masalah tersebut telah menjadi lahan yang tepat bagi hidupnya Sarekat Islam di daerah Palembang. Kehadiran Sarekat Islam di Palembang di bawa oleh R. Gunawan dan dibentuknya organisasi tersebut telah menjadi mitos, seperti datangnya juru selamat di dalam masyarakat atau umat Islam yang telah larut dalam perselisihan paham.
Karenanya mobilitas Sarekat Islam terus bergerak dari suatu daerah ke daerah lain, berjalan ke seluruh penjuru dan pelosok untuk mencari lahan yang subur sampai ke daerah Uluan atau daerah pedalaman.
Para tokoh Sarekat Islam daerah ini dengan cerdas dapat memobilisasi umat Islam untuk menjadi anggota. Sehingga dengan cepat telah berdiri cabang-cabang Sarekat Islam bahkan sampai ke ranting-rantingnya.
Selain itu, dapat diterimanya Sarekat Islam, sebenamya tidak terlepas dari misi Sarekat Islam, yang salah satunya adalah untuk memajukan umat Islam.
Namun bagi masyarakat di daerah Palembang diterimanya Sarekat Islam, bukan saja karena memajukan umat Islam, tetapi adalah merupakan reaksi terhadap politik kristinisasi dari misioner agama Nasrani.
Masalah inilah agaknya yang telah memacu mobilitas Sarekat Islam sampai ke seluruh pelosok dan penjuru daerah Palembang. ***
Sumber:
1. Skripsi Ari Ariansyah, Tumbuh dan berkembangnya Sarekat Islam di Palembang 1911-1920
2. Sarekat Islam dan Pergerakan Politik di Palembang, Dra. Triana Wulandari, Muchtaruddin Ibrahim, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta , 2001
3. Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Selatan, Kementrian Penerangan, Siliwangi-Jakarta, Agustus 1954
sumber: palpres.com