HAMDAN Zoelva, penasihat hukum Desrizal Chaniago, meminta majelis hakim melihat jernih perkara penganiayaan yang dilakukan kliennya terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Advokat Desrizal Chaniago akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2019) besok.
Sidang perdana beragenda pembacaan surat dakwaan.
Menurut Hamdan Zoelva, perbuatan penganiayaan itu tidak mungkin dilakukan Desrizal tanpa alasan.
“Kami sangat berharap proses persidangan berjalan jujur, arif, dan bijaksana.”
“Sungguh-sungguh menghormati prinsip praduga tidak bersalah,” kata Hamdan Zoelva saat jumpa pers di Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Hamdan Zoelva mengaku sudah bertemu dan berkomunikasi dengan Desrizal.
Pada pertemuan itu, Desrizal Chaniago mengungkapkan alasan melakukan penganiayaan.
Desrizal merasa majelis hakim telah memutarbalikkan fakta persidangan, yakni mengubah penagihan menjadi pengalihan.
Dan, mengabaikan dua bukti penting berupa putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, yang merupakan produk dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Yakni, terkait permasalahan pemberian kredit berdasarkan Akta Perjanjian Pemberi Kredit No 8 tanggal 28 November 1995.
Yaitu, dimenangkannya gugatan PT Bank Agris (d/h PT Bank Finconesia), dan dinyatakannya GWP wanprestasi.
Dan, dihukum membayar kerugian materiil kepada PT Bank Agris sebesar USD 20.389.661.26.
Juga, putusan gugatan Gaston Invesments Limited yang menyatakan GWP dan para penjamin utangnya wanprestasi.
Dan menghukum untuk membayar utang, berikut bunga, dan denda kepada Gaston Invesments Limited sebesar USD 20.389.661,26.
Gaston Invesments Limited merupakan pemegang piutang yang berasal dari PT Bank Artha Niaga Kencana.
Jadi dengan mendasarkan kepada Akta Perjanjian Pemberian Kredit tersebut, ada dua gugatan yang telah dikabulkan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
Sementara, gugatan yang diajukan oleh Tomy Winata belakangan atas hal yang sama dengan dua putusan itu, ditolak oleh pengadilan yang sama.
“Saya mendapat informasi dan bertemu. Hal spontan dan seketika terjadi. Dia merasa sebagai pengacara memahami kasus dengan bukti diajukan, tidak mungkin kalah.”
“Dari sisi materi dan bukti yang terungkap di persidangan,” ujar Hamdan Zoelva.
Untuk itu, dia meminta majelis hakim agar jernih melihat perkara tersebut.
“Jujur, arif, dan bijaksana hakim betul-betul melihat kasus. Kenapa terjadi? Dari latar belakang jujur, fair, dan bijak,” tambahnya.
Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, hakim Sunarso menceritakan insiden penganiayaan yang ia alami saat memimpin sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019) sore.
Dia mengaku kejadian itu dilakukan oleh kuasa hukum berinisial D secara mendadak, saat hakim sedang membacakan putusan perkara nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst di ruang sidang Subekti
Menurut Sunarso, insiden itu merupakan kejadian pertama yang menimpanya setelah selama puluhan tahun menjalani profesi sebagai hakim.
“Saya sekian tahun, berpuluh-puluh tahun baru ini,” katanya, saat membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Berdasarkan pemantauan, pada Kamis malam, hakim Sunarso membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat.
Pria berkacamata itu menjelaskan detik-detik terjadinya penganiayaan.
Insiden itu berawal saat dirinya bersama hakim anggota membacakan putusan untuk perkara nomor 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst di ruang sidang Subekti.
“Ketika kami majelis hakim perkara perdata, saya selaku Ketua Majelis dengan agenda membacakan putusan perkara.”
“Kemudian di pengujung pembacaan putusan tersebut, tiba-tiba saya juga tidak tahu, karena saya kan menunduk ya membaca putusan itu.”
“Tiba-tiba kuasa dari penggugat itu menghampiri kami dengan menyabet memakai ikat pinggangnya,” ungkapnya.
Menurut dia, kejadian itu terjadi secara mendadak. Dia mengaku tidak mengetahui apa alasan kuasa hukum penggugat melakukan tindak kriminal tersebut.
“Tidak tahu. Seketika. Sekonyong-konyong saja itu,” ujarnya.
Serangan ikat pinggang itu terkena keningnya. Dia mengaku terkena ikat pinggang bersama hakim anggota I bernama Duta Baskara.
“Mengenai kening saya sekali. Kemudian, menyabet anggota satu Pak Duta Baskara dua kali. Saya sama Pak Duta Baskara. Hakim Anggota 1, kanan saya,” tuturnya.
Sunarso melaporkan pelaku penganiayaan berinisial D ke Polres Metro Jakarta Pusat.
Upaya pelaporan itu, kata dia, sebagai efek jera agar insiden serupa tidak terulang kembali.
“Iya, kami laporkan sesuai dengan prosedur hukum. Karena kalau ini kan bukan masalah pribadi,” cetusnya di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Sebagai pribadi, dia mengaku sudah memaafkan pelaku.
Namun, kata dia, secara kelembagaan ada proses hukum yang harus ditempuh.
Sebab, dia menegaskan, perbuatan D sudah masuk ke dalam kategori contempt of court atau membuat penghinaan terhadap lembaga peradilan.
“Kalau pribadi, saya mungkin bisa memaafkan, tetapi kalau lembaga ini sudah bicara masalah kelembagaan.”
“Tentunya seperti itu. Itu termasuk Contempt of Court. Contempt of Court itu membuat keonaran atau ketidaktertiban dari persidangan pengadilan,” bebernya.
Berkaca dari kejadian itu, dia meminta, agar para kuasa hukum tetap menjunjung tinggi profesionalisme.
Apabila tidak sepakat dengan putusan majelis hakim, maka dapat menempuh upaya hukum lainnya.
“Untuk pembelajaran teman-teman advokat untuk tetap menjunjung tinggi profesionalisme.”
“Kalau putusan kami itu pasti ada pihak yang merasa kalah, merasa menang, kan pasti seperti itu putusan pengadilan itu.”
“Bagi yang keberatan silakan saja menggunakan upaya hukum,” tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengalami tindakan penganiayaan oleh oknum berperkara
Upaya penganiayaan itu terjadi saat sidang perkara perdata dengan nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst, di ruang sidang Subekti, Kamis (18/7/2019) sekitar pukul 16.00 WIB.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Makmur mengonfirmasi insiden penganiayaan itu.
“Kejadian terjadi pada pukul 16.00 WIB di ruang sidang Subekti,” kata Makmur, pada sesi jumpa pers di PN Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Dia menjelaskan, insiden itu berawal saat majelis hakim sedang membacakan putusan perkara.
“Kejadian tersebut bermula ketika majelis hakim tengah membacakan putusan, yang mana pada bagian pertimbangannya yang sudah mengarah uraian pada petitum gugatan ditolak,” jelasnya.
Setelah itu, seorang kuasa hukum dari pihak penggugat TW, berinisial D, berdiri dari tempat duduk.
Dia melangkah ke hadapan majelis hakim yang membacakan pertimbangan putusan, lalu menarik ikat pinggang untuk kemudian diarahkan kepada majelis hakim.
“Tali ikat pinggang digunakan atau dijadikan sarana pelaku berinisial D untuk penyerangan majelis hakim yang sedng membacakan putusan,” terang Makmur.
Insiden penyerangan itu mengenai bagian kepala ketua majelis hakim dan hakim anggota I.
“Penyerangan sempat mengenai ketua majelis hakim Bapak HS pada bagian jidat dan juga sempat mengenai anggota 1 DB,” ucapnya.
Beruntung, petugas keamanan segera mengamankan pelaku, sehingga situasi menjadi kembali normal.
“Setelah itu pelaku diamankan,” tambahnya.
Masih Periksa Terlapor
Jajaran Polres Metro Jakarta Pusat masih menyelidiki insiden penganiayaan terhadap hakim Sunarso dan Duta Baskara yang dilakukan oleh seorang kuasa hukum, D (54).
Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Harry Kurniawan mengatakan, pihaknya masih memeriksa pelapor dan terlapor untuk mengetahui kronologi insiden tersebut.
“Kami masih mendalami bagaimana hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik. Sampai jam 21.30 masih diperiksa,” ujar Harry di Mapolres Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Menurut dia, kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.
Sampai saat ini, D masih berstatus sebagai terlapor.
“Ini kan masih diperiksa,” ucapnya.
Untuk memperkuat bukti adanya penganiayaan, hakim Sunarso menjalani visum.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dilakukan visum. Setelah pemeriksaan dilakukan visum salah satu petunjuk kami untuk menetapkan pelaku,” paparnya.
sumber: wartakota.tribunnews.com