JAKARTA, JITUNEWS.COM – Presiden telah menandatangiani Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (UU PIHU) yang disahkan oleh DPR bersama pemerintah pada 28 Maret 2019.
Meskipun pada pasal 129 UU PIHU menyebutkan pembubaran Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), keberadaan lembaga pengawas haji independen ini dinilai masih tetap eksis.
Komisioner KPHI telah meminta pendapat para ahli secara langsung, baik formal dan informal, ke Ombudsman RI, pimpinan lembaga tinggi negara, tokoh legislatif, pimpinan partai, dan para mantan pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK).
Para tokoh ini menyesalkan substansi UU PIHU yang disetujui karena sangat menciderai upaya negara untuk menciptakan pemerintahan yang kuat pada fungsi check and balances dan seharusnya fungsi pengawasan independen mendampingi penyelenggaraan pemerintahan yang mengelola dan publik.
Para tokoh dan ahli hukum menyesalkan UU PIHU disahkan tanpa permintaan tanggapan dalam penyusunan ketika membubarkan KPHI. Sumber di Senayan menyebutkan, usulan pembubaran KPHI berasal dari Menteri Agama dan jajaran Kementerian Agama (Kemenag) dengan alasan sudah banyak lembaga pengawas haji, seperti BPK, DPR, DPD, BPKP, dan Itjen.
Padahal, KPHI menjadi satu- satunya lembaga pengawas haji yang disebut dalam UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dalam pandangan hukumnya terhadap laporan KPHI ke Ombudsman RI, Kemenag menyebutkan, KPHI sudah tidak memiliki landasan hukum lagi dan tidak dapat melakukan tindakan hukum sejak UU PIHU berlaku. Dengan berlakunya UU PIHU, Perpres Nomor 50 Tahun 2014 yang mengatur Organisasi dan Tata Kerja KPHI menjadi tidak berlaku karena UU Nomor 13 Tahun 2008 sudah dicabut.
“Keppres pemberhentian tidak diperlukan karena eksistensi KPHI bubar demi undang-undang,” demikian pandangan hukum Kemenag. Sementara itu, Pasal 131 UU Nomor 8 Tahun 2019 menyebutkan peraturan pelaksanaan dari UU ini harus dilaksanakan paling lama dua tahun sejak UU ini diundangkan.
Ahli hukum, Dr. Hamdan Zoelva, justru berpendangan sebaliknya bahwa pembubaran suatu lembaga harus menunggu peraturan pelaksana pembubaran.
“Sepanjang ada Perpresnya, lembaga tetap eksis dan belum bubar karena lembaga berjalan atas Perpres itu. Termasuk, menjalankan tugas dan fungsinya sepanjang SK administrasinya belum dicabut,” ujar mantan Ketua MK periode 2013-2015 ini.
Menurut Hamdan, sepanjang belum ada Keppres pembubaran atau pemberhentian anggota KPHI, lembaga masih ada tetap eksis dengan segala hak dan kewenangannya.
“KPHI hanya bisa dibubarkan berdasarkan Keppres juga dan masih tetap eksis. Karena dibentuk dengan Keppres, maka dibubarkan oleh Keppres. Administrasi negara mengatur tindakan atau keputusan terkait kelembagaan. Undang-undang masih norma, baru pada tingkat abstrak,” kata Hamdan.
KPHI masih eksis dan legal dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya sampai ada lembaga baru yang dibentuk sesuai amar undang-undang. Menjelang penyelenggaraan ibadah haji yang tinggal dua bulan, KPHI tidak bisa dibubarkan dengan membentuk lembaga pengawas baru. “Jika KPHI tidak berfungsi, lalu siapa yang melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji,” ujar Hamdan.
Selain dari administrasi hukum, Hamdan melihat ada potensi masalah karena satu lembaga yang membuat aturan dan melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji tanpa pengawasan. Pengawasan DPR, DPD, BPK dan internal oleh Itjen Kemenag tidak cukup.
DPR melakukan pengawasan umum dan lembaga pengawas lainnya berkaitan dengan administrasi keuangan. “Karena pekerjaan day to day, maka harus ada lembaga independen yang mengawasi. Ini uang masyarakat, bukan uang negara.
“Perlu pengawasan yang di dalamnya ada unsur perwakilan masyarakat karena dana haji milik masyarakat,” pungkasnya.
sumber: jitunews.com