Raden Mas Soerjopranoto memang tidak setenar adiknya, Ki Hajar Dewantara. Tetapi perjuangannya dalam perlawanan terhadap Belanda tidak dapat diremehkan begitu saja. Masa kecil dan remaja Raden Mas Soerjopranoto dihabiskan dengan bersekolah di berbagai tingkatan pendidikan. Pertama ia masuk ke Europeesche Lagere School (ELS), lalu ia melanjutkan ke Klein Ambtenaren Cursus (Kursus Pegawai Rendah), setingkat dengan MULO. Setelah lulus ia melanjutkan ke sekolah pertanian di bogor, yaitu Middlebare Landbouw School (MLS).
Ketika belajar di MLS lah Raden Mas Soerjopranoto bertemu dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Pada 1908, ia pernah bernecana membentuk sebuah perhimpunan bersama dengan para pelajar STOVIA di Batavia, tetapi gagal. Raden Mas Soerjopranoto sempat bekerja di dinas pertanian kolonial di Temanggung, namun kemudian ia memutuskan untuk berhenti dan memilih bergabung dengan Budi Utomo, sebagai sekertaris cabang Yogyakarta.
Raden Mas Soerjopranoto semakin bersemangat mengikuti kegiatan-kegiatan perhimpunan untuk mencari semangat nasionalisme. Pada 1911, ia memutuskan untuk masuk Sarekat Islam dan dengan segera ia berhasil menduduki jabatan penting di sana. Raden Mas Soerjopranoto banyak terlibat dengan gerakan buruh milik Sarekat Islam. Pada 12 Februari 1912, ia ikut terlibat dalam pendirian asuransi jiwa yang diperuntukkan bagi kaum pribumi. Setelah itu ia membangun sendiri sebuah sekolah rakyat pribumi dan menjadi guru di sekolah tersebut.
Pada 20 Agustus 1920, Raden Mas Soerjopranoto ikut menggerakan serikat buruh pabrik gula (Personeel Fabrieks Bond) untuk melakukan tindakan mogok kerja di pabarik gula Madu Kismo, Yogyakarta. Aksi mogok buruh itupun semakin meluas ke beberapa wilayah Hindia Belanda. Koran De Express kemudian menerbitkan sebuah berita mengenai aksi tersebut dan memberi julukan pada Raden Mas Soerjopranoto sebagai “De Stakings Koning”, Si Raja Mogok.
Raden Mas Soerjopranoto terus bergerak melawan ketidakadilan pemerintaha Hindia Belanda, hingga tiga kali masuk penjara. Pertama di penjara Malang pada 1923 selama 3 bulan kurungan, kemudian di Semarang pada 1926 selama 6 bulan, dan terakhir di Sukamiskin Bandung pada 1933 selama 16 bulan.
Walaupun suda keluar masuk penjara, perjangannya tidak pernah berhenti. Melihat hal itu pemerintah Hindia Belanda kemudian menawarkan Raden Mas Soerjopranoto menajadi anggota Volksraad, tetapi tawaran tersebut ditolaknya dan memilih untuk berada di jalan menggerakan aksi mogok bersama para buruh.
Ketika kekuasaan beralih ke tangan Jepang, Raden Mas Soerjopranoto menjadi guru di Taman Siswa milik Ki Hajar Dewantara dan menjabat dalam keanggotaan Cuo Sangi In. Setelah kemerdekaan, Raden Mas Soerjopranoto memilih untuk mengurangi aktivitas politiknya dengan tetap mengajar di Taman Siswa. Hingga pada 15 Oktober 1959, ia meninggal dunia dalam usia 88 tahun.
Sumber : Hadi, Kuncoro, 2013. Buku Pintar Super Lengkap Pahlawan Nasional. Yogyakarta : Familia.
Foto : tokoh.id

sumber: kumparan.com