JAKARTA – Tak lama lagi, Indonesia akan memasuki tahun politik pada 2018 mendatang. Di tahun tersebut, sebanyak 171 daerah akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang diiringi proses tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak.
Masyarakat diminta untuk mewaspadai adanya adu domba jelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Demikian dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva seperti yang dikutip dari Antara, Kamis (16/11).
“Masyarakat harus melihat bahwa itu semua hanya proses biasa, bukan segala-galanya. Masyarakat juga tidak boleh terpancing karena berita- berita yang mungkin isinya hasutan atau adu domba,” kata Hamdan.
Oleh karenanya, ia berharap, masyarakat tak menelan seluruh informasi yang diperoleh. Kesadaran ini diperlukan untuk mengantisipasi konflik di masyarakat.
Selain itu, disebutnya, masyarakat harus diberikan edukasi mengenai Pilkada dan Pilpres, yakni rasa saling menghormati, tenggang rasa antara satu yang lain sangat dibutuhkan pada pesta demokrasi. Selanjutnya, masyarakat harus menghindari tindakan yang bisa menyakiti orang lain, termasuk tak mengembuskan isu SARA.
“Kesadaran ini perlu terus dibangun di masyarakat karena saat persaingan Pilkada atau Pilpres tinggi maka hoax dan ujaran kebencian di media sosial sangat tinggi,” paparnya.
Memang, tiap pelaksanaan Pilkada atau Pilpres berpotensi konflik. Apalagi saat ini keberadaan media sosial dapat memperkeruh suasana ini.
Sebagian orang memandang pertarungan politik seolah-olah penentuan hidup mati. Padahal, hal itu hanyalah mekanisme biasa dalam rangka memilih pemimpin baru.
“Artinya, siapa pun yang terpilih masih tetap bisa dikritisi dan diawasi oleh lembaga resmi seperti DPR atau DPRD. Bahkan dalam perjalanannya, masyarakat bisa terus mengontrol sehingga siapa pun yang menjadi pemimpin tidak akan sangat otoriter dalam pemerintahan demokratis seperti sekarang ini,” paparnya.
Ia berpandangan, masyarakat perlu belajar dari Pilkada DKI Jakarta. Pilkada di ibukota ini membuat masyarakat memiliki kubu dengan berbagai isu sensitif, terutama agama. Itu sebabnya, situasi serupa harus dihindari. Sebab, bisa saja keadaan ini ditunggangi kelompok radikal teroris untuk melancarkan propaganda dan aksinya.
“Ingat radikalisme dan terorisme masih terus mengancam persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat harus waspada dan benar-benar jangan mudah terpancing dengan berbagai macam isu, terutama melalui media sosial dan media,” jelasnya.
Kerawanan Rendah
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, memperkirakan indeks kerawanan PIlkada serentak tahun 2018 serta Pemilihan Umum tahun 2019 di Provinsi Riau tergolong rendah. Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menuturkan, indeks kerawanan ini diperoleh usai pihaknya melakukan riset kerawanan Pemilu secara nasional untuk tahun 2018.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bawaslu, Provinsi Riau berada di urutan ke-18 dari provinsi lainnya untuk tingkat kerawanan Pemilu mendatang. Ia menjelaskan dari urutan angka riset yang dikelompokkan Bawaslu nomor 1-17 adalah zona rawan, sementara Riau berada pada nomor 18 dari hasil riset.
“Tujuan indeks kerawanan ini menjadi alaram bagi kita semua dalam penyelenggaraannya. Sehingga tahu titik mana atau lembaga mana yang harus diajak kerjasama untuk dapat menurunkan kerawanan Pemilu, ” paparnya. (James Manullang)
sumber: validnews.id