Buni Yani mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Kamis (10/11) bukan sebagai terlapor melainkan sebagai saksi dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok.
Buni Yani adalah pihak yang mengunggah dan menyunting video Ahok ke Facebook. Di video ini Ahok menyinggung soal Surat Al Maidah dan tindakannya tersebut dinilai menghina Islam.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Awi Setiyono, mengatakan fokus penyelidikan polisi adalah tindakan Buni Yani.
“Dalam rumusan perundang-undangan, kita bukan mengejar motifnya tapi mengejar unsur yang dipersangkakan ke yang bersangkutan. Unsur yang ada di delik itu yang nanti akan kita konstruksikan”, kata Awi.
Pengacara Buni Yani, Aldwian Rahadian, menjelaskan motif Buni Yani mengunggah video tidak untuk memprovokasi, tapi untuk mengajak netizen berdiskusi.
“Pak Buni melihat ini ada yang sensitif, pejabat publik mengatakan sesuatu yang sensitif bisa membuat ramai. Makanya dia bilang, ini penistaan agama, tanda tanya. Ingin meyakinkan lagi untuk pribadinya, ini betul atau tidak ada sesuatu dalam video ini,” kata Aldwian.
Berpotensi melanggar hukum
Menurut ahli hukum pidana, Eva Ahyani Djulfa, tindakan mengunggah video yang dilakukan Buni Yani berpotensi melanggar hukum pidana, yaitu Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik atau ITE Pasal 28 ayat 2.
Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu
Episode
Akhir dari Podcast
“Karena perbuatan mengunggah satu isi, naskah, pemberitaan yang menimbulkan satu perasaan permusuhan atau kebencian kepada satu kelompok suku, agama, rasa tertentu adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana. Jadi potensial untuk mengatakan adanya tindak pidana dalam hal ini tentunya menjadi besar,” kata Eva.
Meski begitu, Eva Ahyani menjelaskan bahwa jika menemukan sesuatu yang dianggap berbahaya, seharusnya Buni Yani melaporkannya ke polisi, bukan menyebarkan ke publik yang justru menimbulkan keresahan masyarakat.
“Ketika orang menyadari bahwa ada satu pembicaraan orang, satu teks, satu bacaan yang isinya ketika membaca itu orang lain dapat timbul rasa kebenciannya, harusnya itu kita hindari untuk tersebar ke orang lain.”
“Kalaupun itu berbahaya, itu menjadi ranah kewenangan kepolisian.”
Oleh karena itu, Eva meminta agar polisi cermat menyelidiki motif Buni Yani selain juga menyelidiki tindakan penyuntingan video yang dituduhkan dilakukannya.
“Terlepas dari apakah isinya itu sesuai atau tidak itu menjadi hal lain.”
“Menurut saya, ketika dia mengunggah, apa maksud dia untuk mengunggah itu. Tentunya ada motif dan tujuan tertentu. Apa sekedar pamer atau lebih dari itu?”
“Karena teksnya potensial ketika orang lain membaca itu, tentunya akan timbul satu perasaan kebencian. Ini yang dijaga oleh ketentuan Pasal 28 (UU ITE),” kata Eva.

SUMBER GAMBAR,EPA
Video Ahok tersebut menjadi pembicaraan publik dan mendorong beberapa pihak secara resmi melaporkan Ahok ke polisi.
Terjadi juga aksi protes besar-besaran pada 4 November lalu, meminta kasus Ahok ditangani secara serius.
Ormas Islam yang ikut berunjuk rasa mengatakan, polisi dapat memproses Buni Yani secara hukum asal dilakukan secara transparan, adil dan prosedural.
“Kalau ditemukan pelanggaran hukum, silahkan diproses. Tapi jangan menutup-nutupi masalah dengan membuat masalah,” kata Ketua Syarikat Islam, Hamdan Zoelva.
Polisi sudah memanggil tujuh orang sejauh ini dan masih melanjutkan proses hukum terhadap Buni Yani. Meski begitu, hingga saat ini pihak Buni Yani mengaku belum dipanggil oleh Polda Metro Jaya, yang menangani pelaporan kelompok pendukung Ahok atas Buni Yani.
Polisi belum menentukan UU pidana mana yang diduga dilanggar oleh Buni Yani.
“Kami tidak boleh menyimpulkan sendiri. Yang boleh menyimpulkan adalah ahli. Dari situlah nanti kita rumuskan,” kata Awi Setiyono.
Namun jika ditemukan dua alat bukti yang cukup, kasus ini dapat ditingkatkan menjadi penyidikan dan Buni Yani dapat menjadi tersangka.
“Kalau memang bukti permulaannya cukup, tentu yang bersangkutan akan kita tingkatkan statusnya sebagai tersangka. Namun harus sesuai fakta-fakta hukum, sesuai alat bukti, sesuai pasal 184 KUHAP,” kata Awi.
Jika terbukti melanggar UU ITE, Buni Yani dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama enam tahun dan atau denda Rp1 miliar.
sumber: bbc.com/indonesia