Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sedang membahas wacana amendemen kelima terhadap Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan, wacana tersebut dibahas atas saran dari Mahkamah Agung (MA). MA mengusulkan, kata dia, agar revisi dilaksanakan terkait masalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan sejumlah pasal yang dinilai saling bertabrakan.
“Memang ada saran dari Mahkamah Agung untuk melakukan amendemen terhadap UUD 1945. Banyak usulan terkait masalah GBHN, lalu Mahkamah Konstitusi. Ada juga ingin amendemen terkait Komisi Yudisial dan sinkronisasi antar pasal yang tumpang tindih,” ujar Hidayat, di Jakarta, Selasa (14/7).
Salah satu pasal yang dianggap bertabrakan adalah Pasal 2 Ayat 3 UUD 1945 yang menjelaskan tentang MPR RI. Disitu dijelaskan bahwa setiap keputusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak. Menurut Hidayat, ayat tersebut bertentangan dengan nama MPR yang merupakan kepanjangan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat.
“Kalau berdasarkan suara terbanyak jangan disebut majelis permusyawaratan, ganti saja jadi majelis pervotingan,” katanya.
Dalam rangka itu, lanjut dia, MPR RI telah membentuk Lembaga Pengkajian, beranggotakan 60 orang. Para anggota diantaranya mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014 Hajriyanto Y Thohari dan Ahmad Farhan Hamid.
Kemudian, ada Pakar Hukum Tata negara Margarito Kamis serta Irmanputra Sidin, Cendekiawan Yudi Latif. Ada juga ulama NU Masdar Mas’udi, Politikus Didik J Rachbini, Ahmad Yani, Andi Mattalatta, Fuad Bawazier, dan Ali Masykur Musa.
sumber: beritasatu.com